Demi Foto Terbaik, Fotografer Zaman Dahulu Lakukan Hal yang Diluar Nalar!
Tubuh merpati dipasangi dengan kamera mini, lalu burung tersebut diminta terbang di atas lokasi yang hendak dipotret.--
BENGKULUEKSPRESS.COM - Kamera sekarang menjadi benda yang seolah wajib ada dalam acara-acara penting. Pasalnya kamera bisa digunakan untuk memotret dan mengabadikan acara yang bersangkutan. Foto yang tercipta nantinya bisa dijadikan bukti sekaligus kenng-kenangan.
BACA JUGA: Volkswagen Tiguan Allspace, SUV Keluarga Handal dengan Paket Komplit
Teknologi kamera sendiri diketahui sudah ada sejak tahun 1800-an. Meskipun teknologi kamera pada waktu itu masih sangat terbatas, hal tersebut tidak lantas menjadi halangan bagi orang-orang pada masa itu untuk menciptakan foto sebagus mungkin. Bak peribahasa "tak ada rotan, akar pun jadi".
BACA JUGA:Sebanyak 1.970 Personel Linmas Dikerahkan untuk Pengamanan Pemilu 2024 di Kota Bengkulu
Tak Ada Photoshop, Pensil Pun Jadi
Siapapun tentu ingin supaya dirinya tampil semenarik mungkin di dalam foto. Tidak jarang saat seseorang sudah dipotret, orang tersebut terlihat kurang menarik saat berada dalam foto. Jika masalah tersebut sampai terjadi, aplikasi pengedit foto jadi solusinya. Dengan memakai aplikasi tersebut, paras seseorang bisa diedit sedemikian rupa supaya nampak lebih menarik di dalam foto. Dari sekian banyak aplikasi pengedit foto yang sudah tersedia, Photoshop adalah yang paling terkenal karena penggunaannya sudah sedemikian luas.
Lantas, bagaimana dengan orang-orang di masa lampau? Apakah mereka lantad tidak bisa mengedit foto sama sekali karena tidak memiliki aplikasi macam Photoshop? Usut punya usut, ternyata manusia di masa lampau sudah memiliki teknik manipulasi fotonya sendiri. Mereka menggunakan pensil untuk memodifikasi kaca yang hendak digunakan untuk mencetak foto.
Sebagai contoh, jika juru cetak foto ingin membuat bagian tertentu pada foto menjadi lebih terang, ia akan mengarsir bagian tersebut dengan pensil tumpul. Namun jika ia ingin membuat bagian tertentu pada foto menjadi lebih gelap dan tegas, ia akan mengarsirnya dengan pensil runcing.
BACA JUGA:Dispangtan Kota Bengkulu Terima Alokasi Pupuk Subsidi 282 Ton untuk Kelompok Tani
Mayat Kerap Didandani untuk Dipotret sebagai Pengganti Orang Hidup
Mayat adalah sebutan untuk jasad manusia yang sudah meninggal dunia. Sebagai bentuk penghormatan kepada jenazah dan keluarga yang ditinggalkannya, orang-orang selalu dianjurkan untuk memperlakukan mayat dengan layak. Namun di masa lampau, mayat ternyata pernah menjadi sasaran favorit kalangan fotografer untuk dipotret. Dalam ranah fotografi, bidang fotografi yang fokusnya memotret mayat dikenal dengan istilah fotografi postmortem. Fotografi postmortem pernah dipraktikkan secara luas pada abad ke-19 hingga permulaan abad ke-20.
BACA JUGA:Acer Aspire Vero, Laptop Keluaran Terbaru yang Ramah Lingkungan Dengan Desain Eco-Chic
Meskipun terlihat menyeramkan dan tidak normal, ada alasan tersendiri mengapa kalangan fotografer pada masa itu sempat "tergila-gila" pada mayat. Tidak seperti kamera di masa kini yang bisa memotret gambar hanya dalam kurun waktu sepersekian detik, kamera pada masa itu memerlukan waktu lama hingga siap mengambil gambar. Akibatnya, cukup sulit memotret makhluk hidup pada masa itu karena tidak jarang mereka membuat gerakan tanpa sadar saat sedang dipotret.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejumlah kalangan fotografer pun memutuskan untuk fokus memotret mayat karena mayat tidak akan bergerak saat dipotret. Alasan lain kenapa fotografi postmortem sempat populer adalah karena tingkat kematian manusia pada waktu itu masih cukup tinggi, khususnya di kalangan anak-anak yang notabene daya tahan tubuhnya masih lemah. Itulah sebabnya foto-foto yang diambil oleh fotografer postmortem biasanya adalah foto anak-anak. Biasanya mayat-mayat tersebut dipotret saat baru saja meninggal dunia di rumah atau panti asuhan.
BACA JUGA:Miliki Desain Unik Dengan Performa Tinggi, Ini Kelebihan Honda X-ADV 750
Namun demi mendapatkan hasil jepretan yang sempurna, fotografer postmortem profesional tidak segan-segan untuk bertindak lebih jauh. Ia bakal mendadani mayatnya dengan pakaian lengkap dan bahkan mata palsu supaya mayat yang dipotret nampak masih hidup dan sedang melihat ke arah kamera. Jika diperlukan, mayat tersebut juga akan ditempatkan dalam posisi berdiri dengan memakai alat bantu sebelum kemudian dipotret.
Popularitas fotografi postmortem lama kelamaan memudar dengan sendirinya. Pasalnya kian majunya teknologi kedokteran menyebabkan kasus kematian dini menjadi lebih mudah dihindari. Teknologi kamera yang semakin maju dan praktis juga menyebabkan orang-orang bisa mengambil foto orang lain dengan mudah dalam aneka pose - dalam kondisi masih hidup tentu saja.
BACA JUGA:Begini Cara Gampang Membedakan Busi Palsu dengan yang Asli
Sebelum Ada Drone, Merpati Digunakan untuk Mengambil Foto Udara
Sejak Wright Bersaudara menciptakan pesawat terbang, teknologi penerbangan sudah meningkat jauh. Selain bisa digunakan untuk keperluan transportasi, manusia juga menggunakan pesawat untuk mengambil foto udara dari ketinggian.
Belakangan, manusia juga menggunakan drone yang dipasangi kamera untuk keperluan serupa. Dibandingkan dengan pesawat, kelebihan utama drone adalah drone memiliki harga yang jauh lebih murah dan ukuran yang lebih ringkas. Lantas bagaimana orang zaman dahulu mengambil foto dari ketinggian? Padahal pada masa itu drone maupun pesawat masih belum ditemukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: