Menyaksikan Keriuhan Pilkades Berbasis E-Voting

Cukup Ditempel, Jangan Dicolek
Pemilu berbasis high-tech, rupanya, tidak dimulai di ibu kota Jakarta, tetapi justru di desa-desa. Salah satunya Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, 30 kilometer arah selatan Jakarta. Di desa tersebut, untuk kali pertama e-voting terhubung dengan sistem KPU. Itulah cikal bakal e-voting pemilu di Indonesia. Bagaimana keriuhannya?
M. HILMI SETIAWAN, Kabupaten Bogor
Mendung pagi yang biasa menggelayuti Bogor kemarin sirna. Mentari pagi pun leluasa menghamburkan sinarnya, menghangatkan seisi desa yang dikelilingi persawahan nan hijau. Kian siang, terik mentari seakan kian memanaskan Desa Babakan yang memang sedang ’’panas’’ seiring adanya persaingan tiga calon kepala desa dalam berebut suara warga.
Denyut pemilihan kepala desa (pilkades) di wilayah Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu pun terasa sejak tikungan Jalan Mad Nur menuju Jalan Babakan Kulon. Padahal, jarak menuju titik pilkades Babakan masih sekitar 1,5 km lagi. Sebuah baliho besar bertulisan Pilkades E-Voting menjadi penanda yang mencolok.
Semakin dekat dengan lokasi pemungutan suara, sekitar 100 meter, hiruk pikuk warga kian menjadi. Jalan dengan lebar tidak sampai 6 meter tampak sesak. Motor, mobil, dan sepeda diparkir berjejer memenuhi bahu jalan.
Tidak jauh dari lokasi pencoblosan, sebuah rumah yang cukup besar menjadi posko H Apendi, calon kepala desa (Kades) nomor urut 1. ’’Ayo, yang habis memilih, silakan mampir makan di posko,’’ ujar seorang warga di depan posko.
Calon Kades berikutnya adalah Ruslan (nomor urut 2) dan Moch. Zein (nomor urut 3). Sepanjang pemilihan, ketiganya duduk anteng di panggung khusus. Sesekali mereka melambaikan tangan kepada warga yang selesai mencelupkan jari ke tinta pilkades.
Pilkades berbasis e-voting itu dilangsungkan di lapangan bekas area sawah. Di lokasi tersebut masih ada bekas petak sawah yang kini beralih fungsi menjadi tempat budi daya lele. Tepat sebelum kolam ikan itu, didirikan tenda besar sebagai tempat pemungutan suara.
Sejak pukul 08.00, antrean pemilih mengular. Bahkan, sampai menjelang pukul 14.00 atau sebelum batas pemilihan, panjang antrean masih lebih dari 30 meter. Pemilih terlihat sangat padat karena tiga tempat pemungutan suara (TPS) dengan masing-masing lima bilik suara dijadikan satu di titik itu. Apalagi, pemilih yang terdaftar di Desa Babakan memang sangat banyak, mencapai 10 ribu orang.
Alur pilkades berbasis e-voting tersebut dimulai dengan warga membawa e-KTP dan surat undangan mencoblos. Warga yang belum memiliki e-KTP boleh menggunakan KTP manual. Kemudian, e-KTP pemilih ditempel di alat pembaca atau e-reader. Seketika itu di laptop petugas muncul perincian identitas warga, termasuk fotonya.
Di masing-masing TPS tersebut disiapkan tiga petugas yang menangani pemindaian alias scan e-KTP. Jadi, total ada sembilan perangkat pemindai e-KTP. Setelah dinyatakan valid masuk daftar pemilih tetap (DPT), pemilih diarahkan ke meja pembagian smart card e-voting. Kartu pintar tersebut berwarna biru kombinasi putih.
Smart card e-voting itulah kunci pilkades berbasis teknologi maju tersebut. Kartu pintar yang sudah dipegang pemilih dimasukkan ke dalam mesin pembaca di samping dinding bilik suara. Kemudian, di dalam bilik suara, otomatis akan muncul tiga foto calon Kades.
Ketika foto calon Kades muncul di perangkat komputer berlayar 15 inci, warga cukup menyentuhnya. Untuk konfirmasi, proses itu berjalan dua kali. Jika pilihan pertama dan kedua cocok atau sama, muncul konfirmasi akhir berupa tulisan ’’OK’’ dan ’’Ulang’’. Jika pemilih menyentuh ’’OK’’, pemilihan selesai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: