Kuasa Hukum Tersangka Mega Mall dan PTM Tegaskan, Proyek Swasta, Tidak Ada Unsur Korupsi

Kuasa hukum empat tersangka kasus dugaan korupsi berupa kebocoran PAD Mega Mall dan PTM saat diwawancarai terkait dengan kasus yang tengah menjerat klien mereka-(foto: Anggi)-
BENGKULUEKSPRESS.COM – Kuasa hukum empat tersangka dalam kasus dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pengelolaan Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Bengkulu mempertanyakan unsur tindak pidana korupsi dalam perkara yang menjerat klien mereka.
Tiga tersangka dari PT Trigadi Benggawan, yaitu Kurniadi Benggawan, Hariadi Benggawan, dan Satriadi Benggawan, diwakili oleh kuasa hukumnya Hema Simanjuntak, SH, MH. Sedangkan Chandra D. Putra, mantan pejabat BPN Kota Bengkulu, didampingi kuasa hukum Suhartono, SH.
Hema Simanjuntak menegaskan bahwa proyek ini tidak melibatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Kami menghormati proses hukum yang berjalan. Namun, ada banyak kejanggalan yang perlu diluruskan. Yang paling mendasar, tidak ada dana APBD yang digunakan dalam pembangunan Mega Mall dan PTM. Jika tak ada kerugian negara, di mana letak korupsinya?” ujar Hema.
Hema menyebut proyek ini sejak awal dirancang untuk dikelola swasta. Bahkan ketika sempat terhenti, PT Trigadi Benggawan justru masuk untuk menyelamatkan proyek.
BACA JUGA:Pemkot Bengkulu Mulai Program Bedah Rumah, Targetkan 87 Rumah Tak Layak Huni Dibedah Tahun Ini
BACA JUGA:Temukan Kelapa Muda Rp40 Ribu, Wali Kota Bengkulu Akan Tetapkan Standar Harga di Pantai Panjang
“Awalnya proyek diperkirakan menelan biaya Rp125 miliar. Namun setelah kajian ulang, anggaran ditekan menjadi Rp97 miliar. Sebanyak Rp34 miliar berasal dari pinjaman bank, sisanya dari relasi bisnis dan dana pribadi. Tidak ada uang negara yang digunakan,” jelas Hema.
Ia juga menegaskan bahwa proyek tidak mangkrak, melainkan "hanya menunggu waktu saja untuk meraup untung." Hema menambahkan bahwa Kurniadi Benggawan selaku Direktur Utama PT Trigadi Benggawan bertanggung jawab penuh atas proyek, sementara Hariadi dan Satriadi hanya tercatat dalam akta perusahaan tanpa keterlibatan aktif. “Dalam laporan keuangan bahkan tercatat bahwa dana pribadi Pak Hariadi dan Pak Satriadi masih berada di PT Trigadi. Jadi sangat janggal jika keduanya ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.
Jaksa sempat menyoroti penggunaan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemkot Bengkulu yang dinilai berisiko menimbulkan kerugian negara. Namun, Hema menyatakan bahwa hal itu sah secara hukum agraria.
“UU Agraria memperbolehkan HGB di atas HPL untuk dijadikan agunan. Ini dilakukan berdasarkan prosedur yang sah dan tercantum dalam adendum kerja sama dengan Pemkot. Pemerintah tetap memiliki kendali atas HPL, termasuk perpanjangan atau penghentian HGB,” jelasnya.
Hema juga menjelaskan bahwa pembagian keuntungan antara pengusaha dan pemerintah baru akan dilakukan setelah proyek mencapai titik balik modal. “Jika belum balik modal, tentu belum ada yang bisa dibagikan. Ini logika bisnis. Masa pihak swasta yang masih menanggung rugi justru dituduh merugikan negara?” ujarnya.
Persoalan Legalitas Lahan dan Tuduhan Kriminalisasi
Sementara itu, kuasa hukum Chandra D. Putra, Suhartono, SH, menyoroti persoalan legalitas lahan. Ia mengungkapkan bahwa sebagian lahan tempat berdirinya Mega Mall dan PTM masih berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) milik warga yang belum dibebaskan oleh pemerintah.
“Bagaimana mungkin lahan tersebut dijadikan HPL dan diterbitkan HGB jika masih ada pemilik sah yang belum mendapat ganti rugi? Ini fakta hukum yang akan kami sampaikan di pengadilan,” kata Suhartono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: