Jurnalis Bengkulu Gotong Keranda Hingga Lakukan Aksi Tutup Mulut Buntut Penolakan RUU Penyiaran

Jurnalis Bengkulu Gotong Keranda Hingga Lakukan Aksi Tutup Mulut Buntut Penolakan RUU Penyiaran

Penolakan RUU Penyiaran ini berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan Hak Azazi Manusia (HAM).-(istimewa)-

BENGKULUEKSPRESS.COM - Koalisi jurnalis Bengkulu, Rabu (29/5/2024) menggelar aksi di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bengkulu dan DPRD Provinsi Bengkulu terkait penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran.

Penolakan RUU Penyiaran ini berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam aksi yang digelar ini, puluhan jurnalis menggelar aksi menutup mulut dengan lakban warna hitam di depan kantor KPID Bengkulu sebagai bentuk kebungkaman serta membatasi kerja-kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum. 

Lalu menggotong keranda dengan berjalan mundur ke kantor DPRD Provinsi Bengkulu dan bertuliskan "Mayat Kebebasan Pers". Aksi membawa keranda mayat sebagai tanda mati demokrasi serta jalan mundur menandakan mundurnya demokrasi di Indonesia.  

BACA JUGA:Dinsos Tampung 60 Gelandangan dari Luar Kota Bengkulu

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Yunike Karolina mengatakan, penolakan RUU Penyiatan versi Maret 2024, bukan tanpa alasan. Sebab RUU ini dinilai memuat sejumlah pasal problematik yang dapat mengancam kebebasan pers, berekspresi, demokrasi dan HAM.  

Yunike menyebut, Pasal 50B ayat 2 huruf c yang mengatur pelarangan praktik jurnalisme investigasi. Sementara jurnalisme investigasi merupakan dasar dari jurnalisme profesional. Jika pasal ini disahkan, kata Yunike, maka publik hanya mendapat informasi seadanya dan tidak liputan mendalam serta kontrol sosial menjadi terbatas.

Hal tersebut, tegas Yunike, bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, Pasal 4 ayat 2, pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Lalu, RUU Penyiaran pada Pasal 34 sampai 36. Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembreidelan konten di media sosial.

BACA JUGA:Cuaca Panas Landa Kota Bengkulu, Waspada Potensi Besar Bencana Kebakaran

Hal ini tentu mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang jelas-jelas mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM.

Pasal problematik lainnya, sambung Yunike, Pasal 8 A ayat (1) huruf q, sengketa pers karya jurnalistik terutama penyiaran itu nantinya diselesaikan oleh KPI. Ini tentu bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang mana sengketa pers diselesaikan oleh Dewan Pers melalui hak jawab, koreksi dan lainnya.

Kemudian, Pasal 51 E, sengketa pers akibat putusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan. Selanjutnya, Pasal 50B ayat 2K, pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik.

BACA JUGA:Siap-siap! Pelaksanaan Tes CPNS dan PPPK 2024 Ini di Kota Bengkulu, Kuota Ribuan

Di pasal itu, jelas Yunike, Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran, Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat (1), tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-uang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: