Dinilai Cacat Formil, Tersangka Kasus Pungli Jembatan Timbang dan UPPKB Ajukan Pra Peradilan

Dinilai Cacat Formil, Tersangka Kasus Pungli Jembatan Timbang dan UPPKB Ajukan Pra Peradilan

Sidang pra peradilan yang diajukan dua tersangka kasus pungli di jembatan timbang, Rejang Lebong-(istimewa)-

BENGKULUEKSPRESS.COM - Dua dari tiga tersangka kasus pungutan liar jembatan timbang dan pengurusan Uji Kendaraan Bermotor di Kantor Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Padang Ulak Tanding, Rejang Lebong mengajuka pra peradilan.

Dua tersangka yang mengajukan pra peradilan tersebut adalah HA (40) warga Kecamatan Singaran Pati dan FR (43) warga Kelurahan Sukarami, Kota Bengkulu.  Mereka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Balai Pengelola Transportasi Darat Kelas III Kementerian Perhubungan yang berlokasi di perbatasan Bengkulu - Lubuk Linggau Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu

Sidang pra peradilan ini telah digelar pada Rabu kemarin (24/4/2024) di Pengadilan Negeri Bengkulu dengan didampingi oleh tim kuasa hukumnya yakni Benny Hidayat. 

Dikatakan Benny,  Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan penetapan tersangka yang dilakukan Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Bengkulu tidak berdasar hukum.

BACA JUGA:3 Kantor Ini Digeledah Polda Bengkulu Terkait Kasus OTT Pungli Jembatan Timbang di Rejang Lebong

Tak hanya itu, pihaknya juga menilai bahwa  penetapan tersangka terhadap kedua kliennya itu cacat formil. Sehingga penahanan terhadap dua tersangka dinilai  tidak sah. 

"Kami minta kepada majelis hakim tunggal agar surat perintah penyidikan, surat tanda penerima, SPDP, penetapan tersangka, penangkapan, penahanan batal demi hukum. Kami juga meminta agar termohon mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), kembalikan semua barang yang disita dan mengeluarkan klien kami dari tahanan," kata Benny, Kamis (25/4/2024).

Masih kata Benny, pada kasus ini penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Bengkulu menerapkan pasal pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. 

Namun, penerapan pasal ini bertentangan dengan pasal 12 A ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

BACA JUGA:Mess Polda Bengkulu Terbakar, Api Diduga Dari Korsleting Listrik

Pasal tersebut menjelaskan ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000. 

Sedangkan dua kliennya ini sambung Benny, barang bukti uang disita dari tersangka HA, Rp 1.475.000 dan dari tersangka FR, Rp 1.825.000. 

"Cacat formil, termohon menerapkan pasal yang salah. Didalam materi, diterapkan pasal 12 huruf e, sementara itu jika dilihat seksama dalam Pasal 12 A disebutkan pidana penjara dan denda tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5 juta," pungkas Benny. 

Kendari demikian, sidang praperadilan hanya dibatasi waktu 7 hari sampai putusan. Sehingga Hakim tunggal praperadilan, Yongki SH meminta agar pemohon dan termohon memaksimalkan waktu yang ada. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: