Dua Korea Sukses Bersepakat Janji
Stop Provokasi Bahasa Verbal
SEOUL - Pertemuan tingkat tinggi antara Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut) berakhir Jumat (14/2). Tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, kali ini dialog dua Korea sukses melahirkan kesepakatan. Itu merupakan fenomena langka. Sebab, perundingan Korsel dan Korut biasanya selalu berakhir buntu.
Dua negara bertetangga di Semenanjung Korea itu sepakat tetap melangsungkan reuni pada 20 Februari-25 Februari mendatang. Beberapa waktu lalu, Pyongyang sempat bakal membatalkan reuni yang menjadi ajang pertemuan keluarga dan kerabat korban Perang Korea tersebut. Sebelumnya, pemerintahan Kim Jong-un beberapa kali membatalkan reuni yang kali terakhir diadakan pada 2010 tersebut.
\"Kesepakatan tercapai setelah Korut bersedia menerima penjelasan kami tentang pentingnya arti reuni dua negara itu bagi kelanjutan hubungan kami di masa mendatang,\" ungkap Kim Kyou-hyun, ketua delegasi Korsel. Dia menambahkan bahwa penyelenggaraan reuni tersebut akan meningkatkan kepercayaan Korsel kepada pemerintahan Jong-un.
Selain menjamin terlaksananya reuni, Korut menyepakati beberapa hal penting lain dengan Korsel. Salah satunya, Pyongyang berjanji menghentikan provokasi melalui bahasa verbal.
Seoul pun bertekad untuk tidak memantik lebih banyak konflik dengan negara tetangganya tersebut lewat mengumbar perang kata-kata melalui media. Dua Korea juga berjanji melanjutkan dialog damai sebagaimana yang baru berakhir kemarin.
Pertemuan Korsel dan Korut yang terselenggara pada Rabu (12/2) dan kemarin itu menuai apresiasi banyak pihak. Baik dari dalam maupun luar Semenanjung Korea. Apalagi pertemuan pertama setelah tujuh tahun tersebut sukses melahirkan kesepakatan penting. Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya menyambut baik hasil pertemuan kemarin. Mereka optimistis hubungan dua Korea akan membaik.
Namun, pengamat politik Korsel tidak seoptimistis AS. Kim Yonghyun, pakar Korut di Dongguk University, menuturkan bahwa hasil positif perundingan dua Korut itu bukanlah prestasi.
\"Saya tidak akan menyebut kesepakatan itu sebagai terobosan. Tapi, hal tersebut memang membuka peluang kerja sama demi menuju hubungan yang lebih baik,\" papar Kim.
Di tempat terpisah, Chang Yong-seok dari Institute for Peace and Unification pada Seoul National University mengungkapkan bahwa kesepakatan kemarin justru bisa memicu konflik lebih besar. \"Masih ada begitu banyak isu genting yang belum terjamah,\" kata Chang. (AP/AFP/hep/c14/tia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: