Harga Minyak Dunia Meroket

Harga Minyak Dunia Meroket

Akibat Rupiah Melemah

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Melemahnya nilai tukar rupiah mencapai Rp 15.200 terhadap dollar Amerika secara berimbas pada harga minyak dunia. Bahkan, kenaikan harga minyak dunia saat ini telah mencapai US$ 80 per barel.

\"Harga minyak dunia rata-rata menembus US$ 80 per barel, secara otomatis harga bahan bakar non subsidi juga mengalami kenaikan,\" kata Pejabat Sementara (Pjs) Region Manager Communication & CSRPT Pertamina Sumbagsel, Taufikurachman, kemarin (11/10).

Seperti diketahui, PT Pertamina pada Rabu (10/10) lalu telah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk jenis Pertamax Series, Dex Series, dan Biosolar Non PSO. Penyesuaian harga tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 34 tahun 2018 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM.

Dengan demikian, harga Pertamax saat menjadi Rp 10.400 per liter, Pertamina Dex Rp 11.850 per liter, Dexlite Rp 10.500 per liter, dan Biosolar Non PSO Rp 9.800 per liter.\"Kita pastikan harga yang ditetapkan ini masih lebih kompetitif dibandingkan dengan harga jual di SPBU lain,\" ujarnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Bengkulu, Dr Ahmad Badawi Saluy MM menilai, melemahnya rupiah berdampak sentimen terhadap kenaikan harga minyak dunia yang menembus level 80 dolar AS per barrel.\"Harga minyak mentah naik, ketika AS ingin menguasai sejumlah ladang minyak di Timur Tengah makin membuat peta persaingan perusahan minyak sangat sengit, sehingga harga dolar AS juga ikut naik,\" kata Badawi.

Selain itu, adanya anggapan dengan naiknya harga minyak akan turut berdampak pada melebarnya defisit transaksi berjalan karena adanya subsidi migas, apalagi Indonesia sebagai negara pengimpor minyak. Seperti diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor migas pada Januari hingga Agustus 2018 mencapai 19,77 miliar dolar AS atau melonjak 28,29 persen dibanding tahun lalu 15,41 miliar dolar AS.

\"Itu yang akhirnya membuat nilai tukar rupiah tertekan,\" ujar Ahmad.

Selain itu, yang menjadi sentimen negatif pelemahan rupiah adalah seiring rencana bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve yang berencana kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya.\"The Fed menginginkan suku bunga dinaikkan, karena mereka merasa yakin ekonomi Amerika akan baik,\" tutupnya.(999)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: