BENGKULU, BENGKULUEKSPRESS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu menolak eksepsi yang diajukan oleh keempat terdakwa dalam perkara dugaan korupsi replanting kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Utara tahun anggaran 2020.
Penolakan eksepsi terhadap keempat terdakwa yakni Ketua Kelompok Tani Rindang Jaya, Arlan Sidi, Sekretaris Kelompok Tani Rindang Jaya, Eli Darwanto, Bendahara Kelompok Tani Rindang Jaya, Suhastono dan Kepala Desa Tanjung Muara, Priyanto ini disampaikan pada sidang putusan sela, Senin (12/12/2022).
Disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu melalui Kasi Penkum Kejati Bengkulu Ristisnti Andriani, dengan ditolaknya eksepsi keempat terdakwa ini maka sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara.
BACA JUGA:Sidang Perkara Korupsi Proyek Pengerjaan Jembatan Menggiring Mukomuko, Kedua Terdakwa Divonis Segini
"Eksepsi yang diajukan penasehat hukum terdakwa untuk perkara replanting ditolak dalam amar putusan sela. Agenda persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi, ahli dan terdakwa," kata Ristianti Andriani, pada bengkuluekspress.com.
Lebih lanjut, dalam perkara ini JPU Kejati Bengkulu mendakwa keempat terdakwa dengan dakwaan pasal 2 dan pasal 3 juncto pasal 18 ayat (1) huruf a huruf b, ayat (2) ayat (3) undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UUD RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahas atas UUD RU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pasal yang disangkakan itu pasal 2 dan 3 UU tentang tindak pidana korupsi," pungkasnya.
Diketahui, program replanting sawit ini adalah program Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan anggaran pengajuan tahun 2019-2020 sebesar Rp 139 miliar.
Dari program tersebut, penerima bantuan replanting kelapa sawit pada tahun 2019 ada sebanyak 18 kelompok tani yang menerima bantuan, dan di tahun 2020 sebanyak 10 kelompok tani yang menerima bantuan tersebut.
Dari perkara ini, keempat terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan memalsukan identitas penerima berupa KTP. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian hingga Rp 9 miliar. (TRI).