Tegaskan Tak Terima Honor RSMY

Tegaskan Tak Terima Honor RSMY

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Mantan Gubernur Bengkulu Ustad H Junaidi Hamsyah (UJH), kembali menjalani agenda persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, kemarin (25/9). Pada sidang dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa dipimpin Majelis hakim Dr Jonner Manik SH MH itu, UJH menyatakan dia tidak pernah menerima honor pembina Rumah Sakit M Yunus (RSMY).

Berdasarkan data yang terhimpun Bengkulu Ekspress, dalam Persidangan itu Junaidi Hamsyah menceritakan kronologis penandatanganan SK Z.17 tentang tim Pembina RSMY Bengkulu, yang diduga telah merugikan negara ini. Menurutntya, sewakt menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, dia bisa membuat sebuah peraturan daerah (perda). Perda, bisa membuat sebuah Keputusan sesuai dengan UU Peraturan Daerah. Waktu dirinya menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, RSMY itu statusnya Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

\"Rumah Sakit itu berstatus BLUD sejak 2009, waktu saya menjabat sebagai wakil gubernur,\'\' katanya.

UJH mengatakan, tidak tahu atasa adanya SK Nomor 148 tahun 2009 tentang pengawasan RSMY itu, dalam SK tersebut wakil Gubernur disebut sebagai ketua tim pembina dan dalam SK tersebut ada jasa untuk tim pembina manajemen RSMY.

Kemudian dia juga mengaku, untuk penerbitan SK Z.17 itu memang dirinya yang menandatangani berdasarkan usulan dari RSMY, sebelumnya usulan tersebut terlebih dahulu masuk ke Sekda, Asisten I, Asisten biro hukum, setelah itu barulah usulan SK itu samapai dengan dirinya sudah diparaf sekda dan tanda usulan SK tersebut sudah di telaah dengan benar, melihat tanda tersebut dirinya pun langsung menandatangani untuk penerbitan SK tersebut.

\"Saya percaya dengan bawahan saya pada saat itu, dan saya meyakinkan bawahan saya bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Saya tidak sempat melihat isi dari usulan SK itu saya hanya melihat kop dan tanda tangan yang membuktikan usulan SK tersebut sudah ditelaah dan saya langsung menandatanganinya,\" jelasnya.

UJH juga mengatakan sebelumnya dirinya tidak mengetahui bahwa ada jasa 13 persen untuk tim pembina, setelah hal itu diketahui dirinya langsung melakukan kroscek ke RSMY tersebut ternyata memang benar ada Rp 0,17 persen untuk tim pembina dari semua pendapatan RSMY itu.

\"Saya tidak pernah tahu ada SK itu dan saya tidak pernah tahu ada jasa dalam SK tersebut, saya hanya diberitahu secara lisan,\" ujarnya

Sementara itu, untuk SK Z17 tentang tim pembina RSMY diakui UJH dia yang menandatanganinya, di situ disebutkan ada 0,75 persen dari semua pendapatan RSMY dan khusus untuk dirinya sebesar Rp 13 persen bagian yang terdapat dapat dalam tim ini. Pembuatan SK itu diusulkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bersangkutan RSMY ke gubernur melalui sekda, setelah diproses turun ke asisten 1, setelah proses itu seslesai surat itu naik lagi dengan tanda paraf.

permohonan yang pertama sudah lengkap dengan tanda paraf, yang dinyatakan sk tersebut sudah ditelaah sesuai dengan protaf atau prosedur.

\"Memang di SK tersebut terdapat pembayaran jasa untuk tim pembina itu untuk pembina 13 persen termasuk untuk saya, tetapi tidak pernah saya terima sekalipun,\" jelasnya.

Setelah diketahui ditahun 2012, dirinya pernah mengunjungi RSMY untuk mengecek, memang benar ada honor untuk tim pembina RSMY itu, berkembanglah masalah itu dan akhirnya diketahui media dan diusut penegak hukum. oleh karena itu saat dirinya kembali maka terbitlah sk Z 148 untuk pengawas.

Ia menceritakan, seluruh staf Gubernur Bengkulu yang lama masa kepemimpinan Agusrin belum ada yang ia geser, baik Fitrawan yang staf Gubernur dimasa Agusrin. Pada saat ia menduduki Gubernur, Fitrawan diangkat sebagai stafnya, sebab Gubernur Bengkulu dalam masalah.

Diakhir keterangannya, UJH mengatakan permintaan maaf jika memang ada kesalahan dalam kepemimpinannya saat itu. Ia pun berpesan kepada pejabat yang ada di Provinsi Bengkulu untuk tidak terlalu percaya terhadap bawahan, staf pribadi maupun pihak yang bekerja dibawa perintah langsung, harus lebih teliti lagi dalam mengesahkan suatu peraturan yang ingin diterbitkan.

Persidangan tersebut kembali dilanjutkan pada Rabu depan (4/10). Dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). (529)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: