Kapolda: Tak Semua Informasi Dipublikasikan

Kapolda: Tak Semua Informasi Dipublikasikan

GADING CEMPAKA, BE - Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Drs Julius Albertus Benny Mokalu SH menyatakan tidak semua informasi dapat disampaikan secara terbuka ke publik. Ada hal tertentu dalam penyelidikan dan penyidikan perkara yang ditangani oleh polisi harus dirahasiakan, demi proses hukum yang sedang berlangsung.

Pernyataan ini disampaikannya Kapolda yang akrab disapa Benny, berkaitan dengan adanya larangan kepada awak media meliput  diluar ruang tahanan Mapolda Bengkulu, pada Sabtu (19/1), kemarin. Saat itu awak media mendapat perlakuan tak baik dari petugas di Polda.

\"Memang tidak semua informasi bisa kita sampaikan kepada awak media. Kita baru benar-benar bisa menginformasikan secara menyeluruh kalau seandainya kita memang menggelar konferensi pers. Misalnya kalau soal tahanan, kita akan bawa tahanannya itu ke ruang Humas. Kalau sudah dibawa ke Humas, barulah kita informasikan segala sesuatu mengenai tahanan tersebut ke publik,\" cetus Kapolda saat dijumpai awak media di kantornya, kemarin siang.

Mengenai adanya larangan mengambil gambar ruang tahanan atau gedung disekitaran Mapolda Bengkulu, Kapolda menjelaskan bahwasanya selama tidak keluar dari rambu-rambu yang ditentukan, tidak menjadi masalah wartawan mengambil gambar. Ia menandaskan Mabes Polri mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) sendiri menyangkut hal ini. \"Ada memang hal-hal tertentu dimana awak media tidak boleh mengambil gambar. Ya, ini persis seperti di pabrik-pabrik atau areal tertentu. Tapi kalau memang sekedar mengambil gambar gedung, ya, tidak jadi persoalan. Seperti kalian mewawancara saya ini kan tidak ada larangannya, kalian ini didalam gedung,\" tukasnya.

Sayangnya meski membolehkan, tidak ada pernyataan tegas dari Kapolda ketika ditanyai mengenai adanya oknum penjaga tahanan yang membentak awak media tatkala pengambilan gambar gedung ruang tahanan tersebut.

LMND: Polisi Harusnya Persuasif Aktifis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Muamar SH, menyayangkan adanya larangan pengambilan gambar yang terjadi pada Sabtu kemarin di Mapolda Bengkulu. Menurutnya, menghalangi kerja jurnalis seperti yang dilakukan polisi Polda itu merupakan tindakan inkonstitusional, sebagaimana diatur dalam UU PERS 40/1999. \"Dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana amanat Undang-Undang Pers, bisa saja media melakukan kesalahan. Namun, respon terhadap hal tersebut bukanlah dengan menutup akses informasi secara angkuh, terlebih hingga membentak,\" ketusnya.

Muamar menambahkan, respon yang benar seharusnya adalah dengan upaya persuasif atau negoisasi. Sebab, pelarangan yang dilakukan disertai dengan bentakan sama dengan pelecehan hak publik dalam mengetahui kinerja lembaga kepolisian yang notabene dibiayai oleh rakyat. \"Setiap kinerja lembaga publik sudah seharusnya  diawasi oleh rakyat yang disampaikan melalui media. Jika benar adanya larangan yang disertai bentakan, itu cerminan tidakan yang otoriter dan ketidakmauan lembaga publik tersebut untuk transparan terhadap rakyat,\" tukasnya.

Sebelumnya, seorang oknum polisi yang menjaga tahanan di Mapolda Bengkulu sempat membentak awak media yang hendak meliput di ruang tahanan Mapolda Bengkulu. Kejadian ini bermula saat para kru media berencana mengambil gambar dan mewawancarai tersangka Narkoba berinisial IG. Sebelumnya para wartawan telah mendapatkan izin dari beberapa pejabat tinggi dilingkungan Mapolda Bengkulu, khususnya pejabat Dit Narkoba. Namun saat awak edia tiba di depan ruang tahanan, polisi yang berjaga disana melarang. \"Peliputan harus disertai dengan pendamping dari Humas Polda,\" katanya.

Sementara pihak Humas Polda tak dapat dikonfirmasi saat itu. Awak media yang mencoba menghubungi melalui pesan singkat dan telepon, tetap tidak mendapatkan respon. (cw1)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: