Hayam Wuruk! Raja Terbesar yang Dimiliki Kerajaan Majapahit

Hayam Wuruk! Raja Terbesar yang Dimiliki Kerajaan Majapahit

Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334 dan menurut kitab Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan gempa bumi di "Pabanyu Pindah" dan letusan Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.--

BENGKULUEKSPRESS.COM - Hayam Wuruk naik takhta menjadi Raja Majapahit di usia muda dan masih lajang alias belum memiliki pasangan. Dia menjadi raja usai sang ibu, Tribhuwana Tunggadewi menyerahkan takhtanya. Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah maharaja keempat Majapahit yang memerintah tahun 1350–1389. Ia bergelar Maharaja Sri Rājasanagara. Di bawah pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya.

BACA JUGA:Mahapatih Gajah Mada, Sang Pencetus Sumpah Palapa!

Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana Tunggadewi (penguasa ketiga Majapahit) putri Raden Wijaya pendiri Majapahit, dengan Sri Kertawardhana alias Cakradhara yang berkedudukan sebagai penguasa Tumapel (Bhatara i Tumapel atau Bhre Tumapel[2]) atau kawasan Malang sekarang.

Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334 dan menurut kitab Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan gempa bumi di "Pabanyu Pindah" dan letusan Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.

Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja yang menjadi penguasa Pajang (Bhre Pajang), dan adik angkat perempuan bernama Indudewi penguasa Lasem (Bhre Lasem), yaitu putri Rajadewi, adik ibunya. Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori, yang adalah putri dari Wijayarajasa penguasa Wengker (Bhre Wengker). Paduka Sori adalah saudara sepupu Hayam Wuruk, anak tiri Rajadewi.

BACA JUGA:Ken Dedes! Perempuan yang Menurunkan Raja-raja di Tanah Jawa

Dari pasangan Hayam Wuruk dengan Sri Sudewi ini, lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana, putra Dyah Nertaja Bhre Pajang, adiknya. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai penguasa Wirabhumi (Bhre Wirabhumi), yang menikah dengan Nagarawardhani putri Indudewi Bhre Lasem.

Masa pemerintahan
Sumber sepak terjang Hayam Wuruk dalam pemerintahannya diceritakan dalam kitab Desawarnana atau Negarakertagama, suatu kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya. Pada tahun 1351, Hayam Wuruk naik tahta dalam usia relatif muda, 17 tahun, menggantikan ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Tribhuwana sebenarnya memerintah Majapahit "mewakili" ibunya Gayatri (Rajapatni), yang memilih menjalani hidup sebagai bhiksuni (pendeta wanita). Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana menyatakan tidak lagi berkuasa dan menyerahkan kekuasaan kepada Hayam Wuruk.

BACA JUGA:Tips Jitu Merawat Kecantikan sebelum Tidur, Begini Caranya

Hayam Wuruk dalam pemerintahannya banyak dibantu oleh Mahapatih andalannya, Gajah Mada. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit melakukan politik ekspansi untuk menjamin kekuatannya di bidang perdagangan lewat laut, sekaligus sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa yang dinyatakan oleh patih Gajah Mada. Majapahit juga menaklukkan Kerajaan Pasai dan Kerajaan Aru (kemudian bernama Kesultanan Deli).

Pada tahun 1357, terjadilah Perang Bubat yaitu pertempuran antara pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada melawan rombongan kerajaan Sunda yang dipimpin oleh raja Linggabuana. Dalam peristiwa ini raja Linggabuana dan putrinya Dyah Pitaloka beserta seluruh rombongan Kerajaan Sunda-Galuh tewas.

Pada tahun 1364, Mahapatih Gajah Mada meninggal tanpa keterangan yang jelas mengenai penyebabnya. Pada tahun 1367, melalui sidang Dewan Sapta Prabu, Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon menggantikan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit.

BACA JUGA:Begini Cara Mengatasi Kulit Kering pada Tangan

Pada tahun 1372, Tribhuwana Tunggadewi, ibundanya meninggal. Ini adalah pukulan berat bagi Hayam Wuruk. Pada tahun 1377, Hayam Wuruk kembali menundukkan Suvarnabhumi (sekarang Sumatra), karena pelanggaran yang dilakukan penguasanya saat itu. Setelah merebut Suvarnabhumi, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangganya.

Akhir hayat
Candi Ngetos terletak di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, sekitar 17 kilometer arah selatan kota Nganjuk. Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak, Kusumawardhani putri dari Sri Sudewi, dan Bhre Wirabhumi anak dari selirnya. Yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana, suami Kusumawardhani. Kemudian, Hayam Wuruk di dharmakan di Candi Ngetos, Nganjuk, Jawa Timur. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: