Tak Mau Kalah, Sederet Bank Besar Ini Juga Luncurkan Paylater dengan Plafon Hingga Rp 100 Juta

Tak Mau Kalah, Sederet Bank Besar Ini Juga Luncurkan Paylater dengan Plafon Hingga Rp 100 Juta

Paylater-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-

Menurut Dewan Pengawas Multiguna Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Dino Martin, bisnis paylater adalah 'volume game'. Ia menjelaskan biaya akuisisinya sangat besar, sementara potensi keuntungannya kecil bahkan berpotensi minus.

BACA JUGA:Otomatis Cair Rp3.000.000 ke Dompet Digital, Coba 7 Trik Pinjam Uang di Aplikasi DANA Tanpa KTP

"Ini Volume Game. Harus besar sekali baru bisa mengharapkan profit. Untuk bank lebih masuk akal main di paylater karena budget acquisition cost-nya mereka lebih besar. Kok bisa lebih besar? Ya karena LTV (long term value) customer bank khan lebih besar," terang Dino.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi berpendapat masuknya perbankan ke paylater tentu akan menambah semarak dan adanya persaingan dalam bisnis ini. 

Terlebih dalam paylater, pengguna dapat memilih layanan mana yang lebih sesuai, baik tenor, bunga maupun besaran maksimal pinjaman yang bisa diberikan.

Namun, ia menyebut jika layanan paylater bank akan masuk ke e-commerce, perlu berhati-hati. Ini karena banyaknya jumlah pengguna yang menunggak bahkan gagal bayar cicilan karena berbagai macam penyebab.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Pefindo Biro Kredit (IdScore) Yohanes Arts Abimanyu mengungkapkan bahwa jumlah outstanding amount atau jumlah utang yang belum terbayarkan dari BNPL sebesar Rp 25,16 triliun per semester I-2023. Sementara total outstanding yang termasuk kredit macet atau non performing loan (NPL) sebesar Rp 2,15 triliun.

Besaran tersebut berasal dari sekitar 13 juta pengguna BNPL, yang mana sudah melampaui lebih 2 kali lipat pengguna kartu kredit yang sebanyak 6 juta.

Juga sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL layanan BNPL per April 2023 mencapai 9,7% atau di atas batas aman 5%. Berdasarkan umur, rentang usia muda 20-30 tahun menyumbang 47,78% terhadap rasio NPL BNPL.

Menanggapi hal ini, OJK menyampaikan bahwa tingkat inklusi keuangan pada rentang usia muda tersebut sebenarnya sudah mencapai sekitar 86%, tergolong tinggi. Tingkat tersebut juga terus naik dari tahun ke tahun, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan tingkat literasi keuangan.

Terlebih, BNPL kini sudah terhubung dengan sistem layanan informasi keuangan (SLIK). Lantas jika ada tunggakan, akan mempengaruhi credit score masyarakat.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: