Mengenal Steven Mesah Pencinta Mangrove di Selatan NKRI

Mengenal Steven Mesah Pencinta Mangrove di Selatan NKRI

Steven Mesah warga desa Daiama sedang memonitoring anakan magrove yang sudah ditanam dan bertumbuh. -ANTARA/Kornelis Kaha-

Tak hanya itu, perbaikan ekosistem mangrove secara paralel akan memperkuat kondisi sosial ekonomi masyarakat, serta mendorong pembangunan hijau melalui ekonomi hijau.

Ekosistem mangrove memiliki multimanfaat, seperti menjadi lahan budi daya ikan, kepiting, atau udang, melalui pola silvofishery, pengolahan produk mangrove non-kayu, serta wisata alam juga memperkuat pengembangan kawasan industri yang hijau.

Oleh karena itu bagi sebagian nelayan, apalagi yang tinggal di pesisir pantai, Steven merasa bahwa keberadaan pohon magrove tidak hanya untuk mencegah abrasi suatu wilayah.

Ada manfaat lain juga yang dapat mendukung ekonomi masyarakat pesisir, yakni sebagai lokasi berkembang biaknya ikan dan juga buah dari pohon itu bisa diolah menjadi bahan yang dicampur untuk kopi.

Dia dan teman-teman juga baru paham setelah ada pelatihan dari Pemerintah pusat tentang bagaimana menjaga dan merawat lingkungan laut, seperti mangrove dan juga terumbu karang sebagai lokasi ikan bertumbuh kembang.

Pria yang tak lulus sekolah dasar (SD) tersebut, pada awalnya bersama sejumlah warga di kawasan pesisir tersebut tidak memahami betul manfaat dari pohon mangrove yang tumbuh di pesisir pantai.

Terkadang pohonnya ditebang dan bahkan tak menganggap bahwa pohon tersebut ada dan telah membantu menjaga kawasan pesisir tersebut.

Sampai akhirnya pada Agustus tahun 2022 ada sosialisasi dari Pemerintah pusat terkait manfaat dari tanaman yang tumbuh di pesisir pantai tersebut.

Tak hanya tanaman mangrove, sosialisasi juga terkait bagaimana menjaga biota langka, terumbu karang, yang menjadi lokasi bersembunyinya plankton-plankton.

Steven yang sudah melaut kurang lebih 40 tahun secara turun temurun tersebut juga mengaku cukup sulit untuk merawat dan menjaga mangrove yang sudah ditanam.

Apalagi di saat cuaca buruk atau cuaca ekstrem wilayah pesisir selalu dihantam oleh gelombang dan hal itu dapat merusak pesisir pantai tersebut jika tidak ditanami mangrove.

Baginya tak masalah jika saat ini dia dan orang tua lainnya di desa itu yang menanam, namun kelak akan dirasakan dan dinikmati oleh anak cucu mereka di tahun-tahun yang akan datang.

Dia tahu bahwa yang menanam tidak akan merasakan manfaat langsung, tetapi setidaknya jika sudah tumbuh akan dirasakan oleh anak cucu mereka, dan manfaatnya akan sangat baik.

Apalagi setelah masuknya Program The Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) yang didanai Global Environment Facility (GEF) dan diimplementasi oleh United Nations Development Programme (UNDP) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga memberikan pencerahan kepada warga di desa tersebut terkait manfaat dari buah mangrove tersebut.

Program fase dua yang sudah berjalan sejak tahun 2019 mencakup empat negara; Australia, Indonesia, Papua New Guinea, dan Timor-Leste. Di Indonesia, ATSEA-2 berfokus di tiga wilayah kerja, yaitu Kepulauan Aru di Maluku, Merauke di Papua Selatan, dan Rote Ndao di NTT. Di Rote Ndao sendiri, ATSEA-2 berfokus pada pelatihan kepada masyarakat pesisir untuk mengelola hasil laut sebagai pendorong peningkatan ekonomi, sehingga masyarakat pesisir tidak hanya fokus pada tangkapan ikan, tetapi bisa memanfaatkan potensi lain yang ada di pesisir pantai sebagai salah sumber penghidupan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: