5 Bulan Bekerja di Rumah Oknum Polisi, ART Asal Bengkulu Utara Ini Sangat Menderita
Terdakwa Bripka Beni saat menjalani sidang di Rutan Bengkulu-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-
BENGKULU, BENGKULUEKSPRESS.COM - Sidang lanjutan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh terdakwa Bripka Beni oknum anggota Polisi Polda Bengkulu dan istrinya Ledya memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi.
Dalam sidang lanjutan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Bengkulu tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan korban Yesi Aprilian dan ibunya Nurhayati. Tidak hanya saksi dan korban, JPU juga menghadirkan sejumlah barang bukti yang digunakan kedua terdakwa dalam melakukan KDRT terhadap korban Yesi.
Dalam jalannya persidangan, majelis hakim menanyakan kepada korban Yesi, kekerasan apa saja yang ia alami selama 5 bulan bekerja di rumah terdakwa. Pertanyaan majelis hakim pun dijawab oleh Yesi, yang mana kekerasan yang dialaminya itu mulai dari dipukul menggunakan gagang besi, dipukul menggunakan kayu, disiram air cabe, disiram air panas, dan dipukul menggunakan kepalan tangan.
Selain itu, Yesi juga diancam akan digantung menggunakan kabel jika berusaha melarikan diri, diancam disetrika jika mengulangi kesalahan pekerjaan. Korban pun mendapatkan perlakukan tersebut setiap melakukan kesalahan dan dinilai pekerjaannya lambat ayau tidak selesai tepat waktu.
BACA JUGA:Bengkulu Kirim Tiga Perwakilan ke Nasional Lomba Aksi Musik Anak Bangsa
Terdakwa Ledya istri Bripka Beni yang juga ikut sidang virtual di rutan Bengkulu-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-
"Dipukul dengan besi oleh Pak Beni, disiram air panas oleh isterinya. Terus diancam akan digantung jika melarikan diri, saya tidak bisa menghubungi siapa-siapa karena handphone dibawa. Sampai akhirnya ada tetangga yang mengetahui dan saya diajak ke Polres," kata Yesi dalam persidangan yang digelar pada Rabu (21/9/2022).
Ia juga menyebutkan, beberapa benda yang digunakan untuk menganiaya dirinya diantaranya tongkat besi, rotan pemukul kasur, kayu balok, kayu bekas pembakaran dan gagang sapu digunakan untuk memukul korban.
Lalu sebuah panci untuk merebus air panas yang kemudian disiramkan kebadan korban, setrika listrik untuk mengancam korban, kabel listrik mengancam korban untuk digantung. Selanjutnya gelas cangkir sebagai wadah air cabe untuk menyiramkan ke badan korban, kunci kontak mobil dipukulkan ke kepala korban, gayung plastik wadah air sabun untuk disiramkan ke korban.
"Yang paling sering melakukan pak Beni," ungkap Yesi
Sementara itu, dikatakan Nurhayati selaku ibu kandung korban. Yesi dijanjikan menerima gaji lebih kurang Rp 1 juta setiap bulan. Yesi yang bekerja sebagai ART bertugas merawat rumah, setrika dan mencuci serta menjaga anak.
Namun sejak bulan Desember 2021 mulai bekerja, tindakan kekerasan mulai diterima bulan April 2022. Yesi yang semula tidur di kamar akhirnya disuruh tidur di dekat kamar mandi.
Ia juga hanya makan satu hari sekali sejak mendapat tindakan kekerasan. Selama menerima tindakan kekerasan, Yesi tidak bisa melawan. Saat berusaha melarikan diri mendapat ancaman akan digantung. Handphone milik Yesi disita, sehingga tidak bisa menghubungi keluarga atau sanak saudaranya.
"Anak aku balik-balik badannya kurus, banyak luka padahal sebelumnya dia tidak pernah mendapat kekerasan dari majikan sebelum. Sedih waktu dia pulang kondisinya banyak luka, saya saja tidak pernah mukul dia," ujar Nurhayati ibu Yesi saat ditanya jaksa setelah tahu anaknya mendapat tindakan kekerasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: