Dugaan Penyelewengan Dana RSUD M Yunus, Kejari Petakan Pihak Terlibat
BENGKULU, BE - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu tidak hanya diam atas laporan yang disampaikan Nediyanto SH MH, Kuasa Hukum dr H Yusdi Zahrias Tazar MKes. Bahkan, Kejari saat ini sedang melakukan pemetaan beberapa pihak yang terlibat dalam kasus dugaan penyimpangan anggaran jasa pelayanan BLUD RSUD M Yunus ini. Hal ini disampaikan langsung oleh Kajari Bengkulu, Wito SH MHum, saat ditemui BE di ruangannya, kemarin. \"Pemetaan ini untuk merumuskan konstruksi hukum pada pihak yang terlibat selain 3 orang yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan,\" ungkapnya. Pasalnya, Kejari Bengkulu sudah memiliki daftar nama-nama yang mendapatkan honor tim pembina sesuai dengan SK Gubernur Nomor: Z.17.XXXVIII. Total ada 33 penerima 0,75 persen dari pendapatan pelayanan dan perawatan kesehatan RSUD M Yunus tersebut. Pria berdarah Surabaya ini menambahkan, dasar pemetaan adalah Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan huruf d. Dimana, di bidang pidana kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyelidikan. \"Selain itu, Pasal 141 KUHAP yang berbunyi, Penuntut Umum dapat melakukan pengabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara,\" jelasnya. Oleh karena itu, kejari Bengkulu memiliki wewenang untuk melakukan pemetaan meskipun kasus ini sedang ditangani oleh instansi lain. \"Hal ini karena objek hukum atau perkara hukum memang sama, tapi subjek hukum berbeda,\" tambahnya. Dalam Pasal 18 UU Tipikor juga mewajibkan Penuntut Umum untuk menuntaskan penegmbalian keuangan negara termasuk yang ditentukan dalam Pasal 32, 33 dan 34 UU Tipikor. Sehingga tidak ada alasan kerugian negara sebesar RP 5 miliar lebih dalam kasus RSUD M Yunus tidak dikembalikan ke negara. \"Nantinya akan menyusahkan jaksa untuk mengembalikan keuangan negara apabila pada saat tingkat penyidikan tidak dilakukan penyitaan dengan mendasari Pasal 38 dan 39 KUHAP. Itulah gunanya antara penyidik dan penuntut umum perlu koordinasi secara intensif,\" jelasnya. Karenanya, dia menyarankan supaya criminal justice system yanga ada di wilyah provinsi Bengkulu berkumpul, sehingga penanganan kasus tipikor tidak tumpang tindih. \"Selanjutnya, jangan sampai melakukan penyidikan Tipikor hanya ingin menghukum orang, tapi juga harus mengembalikan kerugian negara,\" pungkasnya. Untuk diketahui, dalam SK Nomor: Z.17.XXXVIII yang ditandangani pada 21 Februari 2011 tersebut, berisi tujuh keputusan. Intinya, gubernur membentuk tim pembina manajemen RSUD M Yunus Bengkulu, yang bertugas melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap manajemen RSUD M Yunus. Belakangan diketahui SK tersebut bertentangan dengan ketentutan UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD RSUD. Dimana, berdasarkan permendagri tersebut, tidak dikenal istilah \'Tim Pembina\'. Sedangkan alokasi dana tetap dikeluarkan oleh Gubernur. Hal inilah yang menyebabkan kerugian negara/daerah dan menjadi alasan penyelidikan dugaan korupsi. Dalam kasus dugaan penyimpangan anggaran jasa pelayanan BLUD RSMY, Polda Bengkulu sudah menetapkan enam tersangka akibat keluarnya honor tim pembina yang diperkirakan terjadi pada bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2012 ini. Diantaranya, Yusdi Zahriar Tazar (mantan Direktur RSMY), Zulman Zuhri (mantan Direktur RSMY), Darmawi (mantan Staf Keuangan), Edi Santoni (Mantan Wadir Umum dan Keuangan), Syafri Safii (mantan Kabag Keuangan), dan Hisar Sihotang (mantan Bendahara Pengeluaran). Tiga diantaranya, yakni Hisar Sihotang, Darmawi dan Zulman Zuhri juga telah dijebloskan ke Lapas Malabero, pasca pelimpahan berkas oleh Polda ke Kejari, beberapa waktu yang lalu. (609)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: