Obama Menang berkat Suara Perempuan Lajang Kaum

Obama Menang berkat Suara Perempuan Lajang Kaum

\"\"CHICAGO – Kemenangan tokoh incumbent (presiden saat ini) Barack Obama dalam pemilihan presiden (pilpres) di Amerika Serikat (AS) pada Selasa lalu (6/11) tidak bisa dilepaskan dari peran perempuan. Sebab, secara demografis jumlah pemilih perempuan mendominasi perolehan suara tokoh 51 tahun yang menjadi capres Partai Demokrat itu.
Bahkan, komposisi pemilih perempuan mencapai 53 persen. Itu berarti kebijakan pemerintahan Obama yang cenderung pro-kaum hawa ternyata tidak sia-sia. Perempuan AS mulai menaruh simpati kepada Obama sejak penandatanganan Lily Ledbetter Fair Pay Act pada 29 Januari 2009. Berdasar Rancangan Undang-Undang (RUU) pertama yang disahkan menjadi Undang-Undang (UU) itu, tokoh kelahiran Hawaii tersebut menuai banyak apresiasi. Sebab, berkat UU itu, perempuan mendapatkan kesetaraan upah dengan kaum pria. Pandangan Obama tentang aborsi dan pemerkosaan pun juga jauh lebih ramah ketimbang Mitt Romney, capres dari Partai Republik. Makanya, dalam rangkaian kampanye Obama beberapa waktu lalu, perempuan juga mendominasi massa pendukungnya. ’’Jelas bahwa segala hal yang menyangkut perempuan kini bukanlah isu pinggiran semata,’’ ungkap Kate Dailey, koresponden BBC yang bertugas di Washington, kemarin (8/11). Pilpres AS pada 6 November lalu membuktikan bahwa perempuan memegang kunci. Obama yang mendapatkan dukungan kaum hawa 11 poin lebih banyak dari Romney akhirnya keluar sebagai pemenang. Karena pandangannya lebih terbuka tentang perempuan, mantan senator Illinois itu lebih banyak menuai dukungan dari mereka yang lajang atau tidak menikah. ’’Perempuan yang tidak menikah ternyata membentuk bagian terbesar dari kelompok ini. Lalu, mereka-lah yang menentukan hasil pemungutan suara kali ini,’’ kata Gail L. Kitch, operator Voter Participation Center. Selama periode 2010-2012, kelompok pemilih perempuan lajang atau tidak menikah yang mendukung Obama naik sekitar 19 persen atau sekitar 8,3 juta orang. Sejak 2007, jumlah perempuan AS yang tidak menikah jauh lebih banyak ketimbang mereka yang menikah. Dari tahun ke tahun, jumlah tersebut semakin bertambah. Kali ini, perempuan yang tidak menikah membentuk 23 persen jumlah pemilih di Negeri Paman Sam. Mereka pun lebih memilih Obama ketimbang Romney dengan perbandingan 67-31. Sebagai wujud kepeduliannya terhadap kaum hawa yang menyumbangkan banyak suara untuk dirinya, Obama pun memberikan lebih banyak ruang kepada perempuan dalam pemerintahannya. Dalam pemilu kali ini, Partai Demokrat juga sukses mendudukkan sejumlah politisi perempuan di kursi parlemen. Antara lain, Tammy Baldwin (senator Wisconsin), Mazie Hirono (senator Hawaii), dan Tammy Duckworth (dari Illinois). Untuk kali pertama, Negara Bagian Massachusetts juga memilih senator perempuan. Lalu, Negara Bagian New Hampshire menjadi wilayah pertama yang semua wakilnya di Kongres AS berjenis kelamin perempuan. ’’Kami bukan sekadar tahu mode, tren, atau tahun semata,’’ ujar Barbara Mikulski, anggota DPR dari Negara Bagian Maryland, mengacu pada istilah tahun perempuan yang identik dengan 1992. Lebih lanjut, Norm Ornstein menyebut bahwa politikus kini tidak lagi bisa menjadikan perempuan sebagai aksesori semata. Sebab, perempuan pun memiliki wawasan luas dan pengalaman yang tak kalah dengan pria. ’’Mereka juga berpikir tentang ekonomi layaknya pria. Tapi, pemikiran mereka jauh lebih kompleks, tidak sekadar tentang angka pengangguran atau defisit semata,’’ paparnya. Menurut Kitch, sebenarnya kaum hawa AS tidak selalu mengagumi Obama atau Partai Demokrat. Namun, selama ini pendekatan yang mereka lakukan terhadap perempuan jauh lebih mengena. Apalagi, selama kampanye, Romney dan tim Partai Republik terkesan kuno dalam memandang peran perempuan. Jika Republik mau, sebenarnya mereka bisa merangkul lebih banyak perempuan. (BBC/AP/hep/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: