Respon Krisis Ekonomi Berkepanjangan, Presiden Prabowo Tandatangani Inpres Percepatan Pembangunan Pulau Engga

Presiden RI Prabowo Subianto menandatangani Inpres tentang percepatan pembangunan Pulau Engganno-foto: istimewa-
BENGKULUEKSPRESS.COM - Krisis berkepanjangan yang melanda masyarakat Pulau Enggano, salah satu pulau terluar dan tertinggal di Provinsi Bengkulu, akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara resmi menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) tentang Percepatan Pembangunan di Pulau Enggano, Selasa (24/6/2025).
Didampingi Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Letkol Teddy Indrawijaya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, serta Sekretaris Pribadi Presiden yang juga putra asli Bengkulu, Agung Surahman, Presiden Prabowo menegaskan komitmen pemerintah untuk membangkitkan kembali kehidupan sosial ekonomi di Enggano.
"Saya berharap rakyat Enggano tetap semangat. Kita akan terus membantu dan mendorong percepatan pembangunan di Enggano," ujar Presiden Prabowo.
BACA JUGA:Kirisis Ekonomi Ancam Pulau Enggano, Hasil Bumi Dibiarkan Busuk Akibat Tak Ada Kapal Pengangkut
BACA JUGA:Penuhi Kebutuhan Sehari-hari, Warga Enggano Bertahan Hidup Dengan Barter Ikan dan Beras
Sebagai bentuk keseriusan, Prabowo langsung menandatangani Inpres tersebut di hadapan jajaran pejabat pusat.
"Sekarang ini saya tandatangani Inpres untuk mempercepat pembangunan di Enggano. Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya.
4.000 Warga Hidup dalam Keputusasaan
Untuk diketahui, lebih dari 4.000 jiwa di Pulau Enggano saat ini hidup dalam kondisi keputusasaan akibat krisis ekonomi yang melumpuhkan pulau yang berada di Samudera Hindia tersebut.
Sejak Maret 2025, perekonomian masyarakat Enggano nyaris lumpuh total akibat tidak beroperasinya kapal pengangkut hasil bumi. Pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu menjadi penyebab utama terputusnya akses transportasi dari dan menuju Enggano.
Akibatnya, hasil bumi seperti pisang, jantung pisang, kakao, ikan, melinjo, dan komoditas lainnya tak dapat dipasarkan keluar. Warga terpaksa kembali ke pola barter untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Enggano, Mulyadi Kauno, mengungkapkan tingginya biaya sewa kapal nelayan menjadi beban tambahan bagi petani.
Mereka harus merogoh kocek antara Rp18 juta hingga Rp20 juta untuk sekali pengiriman hasil panen, khususnya pisang, menggunakan kapal nelayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: