Penuhi Kebutuhan Sehari-hari, Warga Enggano Bertahan Hidup Dengan Barter Ikan dan Beras

Warga Enggano Bertahan Hidup Dengan Barter Ikan dan Beras-foto: istimewa-
BENGKULUEKSPRESS.COM - Pendangkalan alur yang sangat serius di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu sangat berdampak pada masyarakat yang tinggal di pulau terluar Provinsi Bengklu, Pulau Enggano.
Saat ini, 4.000 jiwa di Pulau Enggano tengah dihadapkan dengan krisis ekonomi. Diperparah dengan kondisi Pelabuhan Pulau Baai yang saat ini masih dalam proses pengerukan. Bahkan untuk bertahan hidup, masyarakat Enggano melakukan barter dari hasil panen mereka dengan beras dan ikan.
Paabuki Enggano, Milson Kaitora mengatakan, kondisi memprihatinkan di Enggano terjadi sebagai dampak belum beroperasinya kapal yang bisa mengangkut hasil bumi milik warganya.
"Kehidupan ekonomi di sini boleh dibilang lumpuh. Warung-warung sepi, rumah makan bahkan ada yang tutup. Tidak ada orang berbelanja, karena tidak ada uang," kata pimpinan kepala suku di Enggano.
BACA JUGA:Kirisis Ekonomi Ancam Pulau Enggano, Hasil Bumi Dibiarkan Busuk Akibat Tak Ada Kapal Pengangkut
Menurutnya, khusus untuk layanan transportasi laut bagi penumpang sejauh ini sudah cukup melegakan. Meski baru berfungsi sepekan ini. Kapal Ferry Pulo Tello yang bersandar ke Enggano sudah bisa membawa orang.
"Meski harus turun di tengah laut kalau ke kota, tapi cukuplah. Tapi bagaimana hidup kami di sini, ini yang tidak diperhatikan pemerintah," ungkapnya
Sementara itu, Mulyadi Kauno, Ketua Pengurus Daerah AMAN Enggano menambahkan, saat ini para petani yang memiliki uang terpaksa harus merogoh kocek mereka mulai dari Rp18 juta-Rp20 juta hanya untuk menyewa kapal nelayan untuk mengirimkan hasil panen mereka utamanya pisang.
Sedangkan bagi yang tak memiliki biaya harus rela merelakan hasil panen mereka membusuk di pohon.
"Tidak ada yang mau panen, karena untuk apa. Hasilnya tidak bisa dijual," ucap Mulyadi.
Disisi lain, meski kapal nelayan bisa membawa dalam jumlah terbatas yakni maksimal 20 ton. Namun, harga yang dibeli oleh para tauke pisang, ditekan hingga 60 persen.
"Jadi sama saja sebenarnya. Tidak dapat uang juga. Potongan harga itu, untuk menutupi biaya operasional kapal," imbuhnya
Lebih parah dari itu, warga yang membutuhkan kebutuhan harian seperti beras, minyak goreng, gula dan lain-lain. Kini mengandalkan praktik barter dengan sesama warga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: