Jaman Kolonial, Tangerang Dikenal Pusatnya Topi Bambu Hingga di Ekspor Ke Eropa

Jaman Kolonial, Tangerang Dikenal Pusatnya Topi Bambu Hingga di Ekspor Ke Eropa

Industri topi di Tangerang berawal dari abad ke-19. “Seni pembuatan topi dari bambu diperkenalkan ke Jawa oleh seorang Cina.--

BENGKULUEKSPRESS.COM -  Sejak tempo dulu Tangerang terkenal dengan tempat kerajinan pembuatan topi dari seorang Prancis, Petit Jan. Siapa sangka, topi ini sudah sejak lama diekspor dalam jumlah banyak ke negara Eropa. Dalam “Batavia Awal Abad ke 20” karya H.C.C. Clockener Brousson disebutkan bahwa di Eropa banyak orang di musim panas mengenakan topi “Panama” yang indah dengan harga lebih murah. “Topi-topi ini menarik perhatian banyak orang saat pameran dunia di Brussel,” kata dia.

Keluarga pribumi menganyam topi-topi dalam usaha keluarga dan menjualnya dengan harga murah. Biasanya hasil kerja mereka langsing diborong oleh pedagang Prancis.Industri topi di Tangerang berawal dari abad ke-19. “Seni pembuatan topi dari bambu diperkenalkan ke Jawa oleh seorang Cina. Dia Datang dari Manila sekitar setengah abad lalu,” tulis Arnold Wright dalam laporan pandangan mata berjudul Twentieth Century Impressions of Netherlands India: Its History, People, Commerce, Industries, and Resources.

BACA JUGA:Ini Sejarah Asal Usul Soto, Makanan yang Populer di Indonesia

Topi Diproduksi di Rumah Penduduk
Menurut laporan yang terbit pada 1909 itu, produksi topi berlangsung di rumah-rumah penduduk dan melibatkan semua anggota keluarga. Membuat topi tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. “Seorang perempuan bisa menyeledaikan sebuah topi dengan kualitas layak di pasaran bernilai 12 hingga 15 sen dalam dua hari,” kata dia.

BACA JUGA:Pengalaman Jadi Modal Penting Delvintor Alfarizi di MXGP Jerman

Sedangkan banyak topi membutuhkan waktu seminggu pengerjaan sebelum diselesaikan. Untuk topi kualitas lebih baik membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan pengerjaan. Adapun untuk metode yang digunakan di Tangerang sangat berbeda dengan yang digunakan di Eropa. Misalnya, dimulai dari pembuatan mahkota yang pembuatannya sangat sulit. Sehingga membutuhkan keterampilan dan kesabaran tinggi. “Biasanya dipercayakan pada penenun tertua paling  berpengalaman,” tulis buku The Netherlands Indies Vol. 3.

Menariknya, proses produksi yang home made itu dipertunjukkan dan mendapatkan sambutan hangat di Exposition Universelle, Paris tahun 1889 dan Brussels International Exhibitition tahun 1910. “Kampung Jawq” yang terdiri atas tiga gubuk Jawa ditampilkan dengan kehidupan kesehariannya di rumah-rumah tersebut.

BACA JUGA:Rezeki Hadir Kapan Saja dan Mengikuti Posisi Kita, Syekh Ali Jaber: Amalkan 4 Amalan Ini

“Gubuk pertama ditempati oleh penganyam topi dan keluarganya. Tak jauh dari sana, tukang topi lainya membuat topi lain yang anyamannya tak kalah bagus dengan jerami yang dipotong pipih memanjang,” tulis buku Orang Indonesia dan Orang Prancis dari Abad XVI sampai dengan Abad XX.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: