Peran KPU Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Pendidikan Pemilih dalam Pemilu di Indonesia

Peran KPU Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Pendidikan Pemilih dalam Pemilu di Indonesia

Ujang Maman SSos--

SALAH satu tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dilihat dari tingginya partisipasi masyarakat terhadap hasil pemilu itu sendiri. Bila masyarakat ikut terlibat maka tak terbantahkan  bahwa masyarakat sudah menganggap penting digelarnya sebuah pemilu. 

KPU yang merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang aktif secara teknis menyelenggarakan pemilu, harus memiliki barbagai instrumen dalam merangkul berbagai pihak sehingga pihak pihak luar tertarik untuk turut serta secara aktif terlibat dalam beberapa peran dalam tahapan  pemilu. 

Jelas sekali perintah Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu yang termuat pada Bab XVII, Pasal 448, 449 dan Pasal 450 terkait partisipasi masyarakat dan pendidikan politik bagi pemilih.

Menyikapi hal tersebut agar tercapai keinginan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, KPU juga harus menyajikan strategi strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada masyarakat karena adanya  keanekaragaman di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Dalam hal ini KPU mengaplikasikannya dengan berbagai Peraturan KPU diantaranya Peraturan KPU nomor 8 Tahun 2017 Tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Dan/Atau Walikota dan Wakil Walikota serta Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

Peraturan KPU inilah yang menjadi pedoman bagi KPU disemua tingkatan untuk melaksankan kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih ke masyarakat.

Mari partisipasi masyarakat untuk pemilu harus dilihat dengan skala yang luas karena banyak peran yang bisa diambil oleh masyarakat agar terlibat dalam pemilu itu sendiri seperti yang dikatakan oleh  (Budiardjo, 2009) yaitu peran serta atau partisipasi masyarakat dalam politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah, public policy. 

Secara konvensional kegiatan ini mencakup tindakan seperti, memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan mengadakan pendekatan  atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Bila hal ini terwujud, tentunya penyelenggaraan pemilu dapat terlaksana sesuai yang dicita citakan.  

Setelah tercapai  partisipasi masyarakat terhadap pemilu secara luas, maka ada pekerjaan rumah lagi yang harus diraih yaitu tingkat pendidikan pemilih. Pendidikan pemilih kepada masyarakat dipandang perlu agar masyarakat dapat cerdas mengikuti dan berperan dalam tahapan tahapan penyelenggaraan pemilu serta cerdas memilih wakil-wakilnya dan cerdas pula memilih pemimpinnya. 

Pendidikan pemilih ini berkaitan erat dengan kualitas hasil pemilu yang digelar sehingga hasil pemilu ini melahirkan wakil wakil rakyat dan pemimpin yang diidamkan oleh rakyatnya dan amanat UUD 1945 serta keinginan Pancasila terwujud di tengah tengah masyarakat. 

Agar tercapainya pendidikan pemilih, penting sekali melihat siapa sebenarnya pemilih tersebut atau mengidentifikasinya, salah satunya kita harus mengetahui perilaku pemilih ditengah tengah keberagaman dalam masyarakat Indonesia. Memberikan pendidikan pemilih tentang pentingnya pemilu, tentang pentingnya memilih wakil wakil rakyat dan pemimpin yang berdasarkan program, visi dan misi secara rasional yang berlatar belakang dengan keadaan Negara Republik Indonesia saat sekarang ini merupakan bukan hal yang mudah dengan demikian perlu sekali referensi referensi serta koordinasi koordinasi kepihak lain, sehingga muncul strategi strategi yang bagus dalam melakukan pendidikan pemilih dimasyarakat luas.

Menurut Mahendra (2005:75), perilaku pemilih adalah tindakan seseorang ikut serta dalam memilih orang, partai politik ataupun isu publik tertentu. Di sisi lain juga menurut, Kristiadi (1996:76) mendefinisikan perilaku pemilih sebagai keterikatan seseorang untuk memberikan suara dalam proses pemilihan umum berdasarkan faktor psikologis, faktor sosiologis dan faktor rasional pemilih atau disebut teori voting behavioral. 

Pada saat sekarang ini, hadirnya media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, Tiktok dan masih banyak lagi media sosial yang lainnya secara langsung telah mengelompokkan pemilih dilihat dari kemajuan tekhnologi. 

Hal ini bisa dianggap sebagai contoh bahwa melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih perlu sekali melihat lebih detail siapa target yang akan menjadi peserta sosialisasi dan pendidikan pemilih. Maka tak bisa dipungkiri penting sekali pengelompokkan pengelompokkan pemilih yang dilihat dari berbagai latar belakang dan usia serta kearifan lokal sehingga metode sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk pemilu dapat diterima ditengah tengah masyarakat. .

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: