Laporan DBD Kurang Akurat
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Dinas Kesehatan Kota Bengkulu sering menerima laporan dari masyarakat terkait gejala Demam Berdarah (DBD). Hanya saja, setelah dilakukan pengecekan, lebih dari 50 persen laporan tersebut bukan gejala penyakit DBD, melainkan penyakit typus/tipes (demam tifoid) yang memang memiliki ciri-ciri hampir sama dengan gejala DBD.
\"Ini yang kadang-kadang meresahkan masyarakat, mereka sangka sudah terjangkit DBD, padahal bukan. Karena setelah kita cek ternyata itu suspect yang tanda dan gejala menyerupai DBD, seperti trombositnya rendah dan diagnosanya itu adalah tipes,\" kata Kepala Dinkes Kota, Susilawati SSos MKes, kemarin (27/1).
Menurutnya, terkadang masyarakat ketika mendengar susfect DBD sudah langsung menjadi takut dan mengira bahwa sudah positif DBD. Meski gejala hampir sama tetapi penyakit tipes dengan DBD ini berbeda, khusus tipes disebabkan infeksi bakteri salmonela typhi, dimana bakteri ini masuk ke dalam tubuh atau tepatnya ke saluran pencernaan melalui makanan, minuman atau air yang sudah terkontaminasi.
Sedangkan DBD merupakan penyakit yang disebabkan virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti, dan jenis nyamuk ini paling banyak ditemui selama musim hujan dan setelah musim hujan. Susilawati mengaku, baik penyakit tipes dan DBD merupakan dua penyakit yang paling banyak menyerang masyarakat, dan bisa menyerang siapa saja tanpa pandang usia dan jenis kelamin. Jika tidak ditangani dengan baik dan secepatnya, bisa membahayakan.
\"Kalau di Januari 2019 ini baru sekitar 6 orang yang positif DBD, yang lainnya itu suspect saja tanda dan gejala menyerupai DBD tetapi tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis, dan itu yang menentukan tergantung dengan dokter spesialis di rumah sakit,\" paparnya.
Di sepanjang tahun 2018 lalu, Dinkes mencatat ada sekitar 400-an laporan dari masyarakat terkait DBD, tetapi setelah dilakukan pengecekan secara langsung, ternyata hanya 76 orang yang positif DBD, dan sebagian besar adalah tipes. Oleh sebab itu, penangganannya melalui fogging bukan menjadi andalan untuk mencegah DBD, justru jika sering dilakukan fogging maka bisa memberikan risiko berbahaya bagi kesehatan, karena fogging mengandung zat kimia yang bisa menimbulkan gejala penyakit lain yang lebih parah.
Dijelaskan Susilawati, cara efektif yang lebih aman dan tepat untuk mencegah DBD adalah kesadaran dari masyarakat itu sendiri, dengan cara menjaga lingkungan kemudian menguras penampungan air, mengubur sampah atau wadah yang menampung air ketika hujan, jika dibiarkan bisa menjadi sarang nyamuk dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga ketika sudah berkembang menjadi nyamuk dewasa bisa menyebar kemana-mana untuk menyebarkan DBD. \"Ketika ada DBD positif, maka kita harus mematikan mata rantai dengan cara mematikan nyamuk dewasanya kemudian kita lakukan survei jentik kemudian dilakukan pembersihan,\" pungkasnya. (805)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: