263 KM Wilayah Lebong Hilang
Luas Kabupaten Lebong yang sebelumnya 1.929 KM persegi lebih, menjadi 1.666 KM persegi atau berkurang lebih dari 263 KM persegi.
Jika merujuk Kemendagri nomor 20 tahun 2015, dari total 263 kilometer persegi wilayah Lebong masuk ke Bengkulu Utara (BU), maka hal tersebut mencakup 23 desa yang tersebar di 7 kecamatan yaitu Kecamatan Lebong Atas, Tubei (sebelumnya Pelabai), Bengkulu Utara, Pinang Belapis, Lebong Tengah, Lebong Selatan dan Rimbo Pengadang.
Akan tetapi, hanya Desa Padang Bano, Kembung, Limes, Pu’ei dan Sebayuah yang sebelumnya masih terigester masuk Lebong Atas kemudian menjadi Kecamatan Padang Bano yang diambil Kabupaten BU.
Sementara 18 desa lainnya yang tersebar yaitu Kota Donok, Mangkurajo, Sawah Melintang, Danau Liang, Semelako Atas, Tik Tebing, Taba Blau, Pelabai, Kota Baru Santan, Tik Tleu, Suka Datang 1, Ladang Palembang, Bio Putik, Tambang Sawah, Ketenong Jaya, Ketenong II, Sebelat dan Sungai Lisai tidak diambil BU
Ketua Komisi I DPRD Lebong, Wilyan Bahctiar SIP mengatakan bahwa sebelum Permendagri nomor 20 tahun 2015 dikeluarkan, Gubernur Bengkulu pada saat itu, Junaidi Hamsyah bersama Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara (BU) membuat surat perihal perubahan batas wilayah Bengkulu Utara dengan Lebong.
“Pada saat mengirimkan surat ke Kemendagri, mereka tidak melibatkan Pemkab Lebong,” ucapnya.
Ditambahkan Wilyan, pihaknya memiliki dokumen siapa yang diajak gubernur pada saat itu yaitu dari pihak Ditjend Umum Kemendagri, dari Pemerintah Provinsi Bengkulu, BU dan Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam pemetaan yang menjadi dasar BU membangun gapura di Bukit Resam.
“Kita memiliki dokumennya, siap saja yang terlibat membahas tapal batas, tanpa adanya dari Lebong,” sampainya.
Jika seperti itu, tambah Wilyan, maka sangat jelas bahwa dari awal terbentuknya Permendagri memang sudah menyalahi karena pihak yang terkait dalam hal ini Kabupaten Lebong tidak diajak untuk membahas perubahan perbatasan Lebong dengan BU.
“Sudah terlihat ada apa? Tidak dilibatkannya Lebong dalam hal ini,” ucapnya.
Dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah sangat jelas mengatakan bahwa Gubernur adalah perpanjangan tangan Presiden, memimpin di provinsi dengan hak, kewajiban dan kewenangannya. Dimana di dalam undang-undang tersebut apabila ada konflik di Provinsi maka gubernur adalah sebagai mediator atau penengah.
“Namun yang terjadi hal tersebut tidak dijalankan pada saat itu dijabat oleh Junaidi Hamsyah,” tuturnya.
Ada timbul pertanyaan dari Wilyan atas apa yang dilakukan oleh Pemprov Bengkulu dengan BU pada saat itu. Dimana 2 kabupaten yang bersebelahan salah satunya tidak dilibatkan dalam hal ini Kabupaten Lebong. Dalam berita acara penghitungan batas wilayah ada 3 poin yang disebut, salah satunya adalah dalam menentukan titik koordinat harus bersama dengan daerah yang terkait.
“Pada poin itu, kapan gubernur pada saat itu memanggil Kabupaten Lebong untuk membicarakannya,” tanyanya.
Ia mengaku memang ada kelalaian dari Kabupaten Lebong dan BU. Karena selama ini antara Lebong dengan Bengkulu Utara belum bersama-sama menentukan titik koordinat sebenarnya. Sehingga terjadilah perebutan wilayah hingga saat ini. Dimana Bupati Lebong pada saat itu dijabat Dalhadi Umar berani melantik Camat Padang Bano dan 5 kades.