Puluhan Wartawan Bengkulu Deklarasi Anti Hoax

Puluhan Wartawan Bengkulu Deklarasi Anti Hoax

 Tabur Bunga hingga Banting Smartphone

Deklarasi anti-hoax yang dilakukan jurnalis Bengkulu ini merupakan salah satu bentuk keprihatinan. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan semakin membahayakan karena bisa membuat masyarakat menjadi egoisentris sehingga dapat melakukan hal-hal yang anarkis.

MEDI KARYA SAPUTRA, KOTA BENGKULU SEBAGAI bentuk perang dan penolakan terhadap berita hoax, puluhan Jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bengkulu dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bengkulu, menggelar deklarasi \"Jurnalis anti-hoax\" di tugu Pers, kemarin (9/1).

Tak hanya melakukan orasi, jurnalis ini secara kompak melepaskan Kartu Identitas wartawan serta peralatan jurnalistik seperti kamera, handycam, voice recorder untuk kemudian ditabur bunga/kembang diatasnya. Tak hanya itu, para jurnalis ini juga menggelar aksi banting smartphone agar alat komunikasi yang dimiliki terhindar dari berita-berita hoax.

\"Stop berita hoax, berita hoax sama dengan fitnah, bohong dan berbahaya,\" teriak Angga salah satu jurnalis Kota Bengkulu.

Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan AJI Bengkulu, Christopher menjelaskan, deklarasi anti-hoax yang dilakukan jurnalis Bengkulu ini merupakan salah satu bentuk keprihatinan, kalangan anak-anak, pelajar dari tingkat SD, SMP, SMA, Mahasiswa dan masyarakat umum di Bengkulu yang masih memberikan serta \'\'menelan\'\' informasi melalui smartphone secara langsung tanpa mencari kebenaran informasi terutama yang bersifat hoax, terlebih informasi yang berbau sara, fitnah dan hasutan. Jaringan media sosial pun menjadi sarana untuk menyebarluaskan berita hoax tersebut seperti BroadCast (BC) ke Jaringan Pribadi (Japri) kontak BBM, group BlackBerry Messanger (BBM), group WhatsApp (WA), group Telegram, atau dipublis melalui medsos LINE, Instagram (Ig), Path, FaceBook (FB), Twitter, e-mail serta jejaring sosial lainnya.

\"Dengan berita hoax banyak kejadian-kejadian yang diluar nalar yang dilakukan oleh masyarakat kita yang tidak memverifikasi berita tersebut. Nah, makna dari Banting Hp dan mengumpulkan ID Card itu sebagai simbolis kita untuk perang terhadap hoax,\" tegas Christoper.

Lanjutnya, jika hal ini terus dibiarkan maka akan semakin membahayakan karena bisa membuat masyarakat menjadi egoisentris sehingga dapat melakukan hal-hal yang anarkis. Maka kondisi ini harus disikapi secara bersama mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, kampus dan masyarakat.

Sementara itu data Indonesia Security Incident Respon Team on Internet Infrastructure Coordination Center (ID-SIRTII/CC), lanjut Toper sapaan akrabnya, tercatat setiap hari ada sekira 20 ribu pengguna internet di Indonesia yang tersebar di wilayah perkotaan maupun di pedesaan termasuk di 10 kabupaten/kota di Bengkulu. Dimana sekitar 165 juta tercatat sebagai pengguna atau yang terregister provider, 40 juta diantaranya masih dibawah 18 tahun atau anak-anak.

Sedangkan dari data Bidang Aplikasi Telematika dan Desminasi, Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi (Dishubkominfo) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, di Bengkulu sendiri telah berdiri 246 menara 3 provider yang tersebar di 10 kabupaten/kota sehingga membuat akses jaringan internet dari smartphone semakin gampang diperoleh masyarakat hingga pelosok desa.

Dari jumlah ratusan menara 3 provider itu pelanggannya mencapai 1,5 juta. Sementara pelanggan yang menggunakan smartphone berbasis internet diprediksi mencapai 1 juta pelanggan termasuk kalangan anak-anak, mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, mahasiswa, dewasa serta orangtua.

\"Tentu hal ini menunjukkan bahwa berita hoax melalui smartphone dapat cepat menyebar. Ditambah lagi saat ini banyak kartu seluler yang memberikan tarif murah untuk mengakses jaringan internet,\" tandas jurnalis harian cetak ini.

Menurut Ketua Bidang Organisasi PWI Bengkulu, Yuliardi Hardjo Putra, berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika, Nomor 290 tahun 2015, tentang Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif telah membentuk 4 panel. Yakni, panel pornografi, kekerasan pada anak, dan keamanan internet. Lalu, panel Terorisme, SARA dan kebencian, kemudian panel investasi ilegal, penipuan, perjudian, obat dan makanan dan narkoba, dan panel hak kekayaan intelektual.

\" Maka dari itu, mesti adanya upaya pencegahan secara optimal melalui kelompok keluarga multi usia. Seperti, kesepakatan keluarga sebagai bagian komunikasi kebersamaan untuk pengelolaan waktu, kesepakatan keluarga untuk pemanfaatan alat teknologi digital,\" terang Didi sapaan akrabnya.

Didi menyebut, wabah pengggunaan smartphone sudah digunakan atau dikonsumsi oleh mayarakat di pedesaan. Namun sangat disayangkan penggunaan smartphone itu belum sepenuhnya sehat. Apalagi, dari mayoritas orangtua dipedesaan masih gagap teknologi (Gaptek), sedangkan dikalangan anak-anak justru sudah jauh lebih paham dan pintar akan mengoperasikan smartphone tersebut.

\"Perlu adanya pengawasan dan pembatasan terhadap anak dalam menggunakan smartphone, dalam artian boleh menggunakan namun harus didampingi dan dilihat konten apa yang diakses agar tidak menyebarluaskan informasi hoax tersebut,\" tambah Didi. (805)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: