Diiming-imingi Permen Cokelat agar Siswa Mau Bersekolah (2)

Diiming-imingi Permen Cokelat agar Siswa Mau Bersekolah (2)

Melihat Perkampungan Bisu-Tuli di Desa Bengkala, Buleleng, Bali (2-Habis)

Saking banyaknya warga yang bisu-tuli, pemerintah sampai perlu mendirikan sekolah inklusi di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali. Sekolah tersebut digunakan untuk menampung anak-anak dengan disabilitas itu.

Laporan Eka Prasetya, Buleleng

DUA mahasiswa dari Max Planck Institute for Psycholinguistics, Belanda, siang itu (1/6) terlihat serius memperhatikan proses belajar mengajar di SDN 2 Bengkala, sekolah inklusi bisu-tuli pertama di Indonesia. Dua perempuan tersebut memperhatikan dengan saksama bagaimana Ketut Ariana, 10, dan Komang Suarnadi, 10, yang bisu-tuli belajar bersama teman-teman mereka yang normal.

Hari itu pihak sekolah melakukan simulasi pola pengajaran dan pendidikan kepada Ariana dan Suarnadi, yang kini duduk di kelas IV. Ariana dan Suarnadi adalah dua di antara empat siswa bisu-tuli di sekolah inklusi SDN 2 Bengkala. Dua siswa lain adalah Made Sumarni, 12, yang kini duduk di kelas V, dan Made Widarsa, 15, siswa asal Desa Bulian yang baru duduk di kelas I.

Sekolah inklusi SDN 2 Bengkala beroperasi sejak 19 Juli 2007. Sebelum itu, anak-anak bisu-tuli dari desa tersebut harus menempuh pendidikan khusus di SLB B Singaraja yang berjarak sekitar 40 menit dengan mengendarai motor ke arah barat Desa Bengkala. Meski sekolah inklusi ada sejak 2007, hingga kini SDN 2 Bengkala baru meluluskan dua siswa. Yakni, I Made Subentar, 14, dan Gede Arta, 13. Keduanya kini melanjutkan pendidikan di SMPLB Singaraja.

”Sekitar dua bulan lagi kami sudah buka tahun pelajaran baru. Sudah ada dua siswa yang mau mendaftar di sekolah ini,” kata Kepala SDN 2 Bengkala Nyoman Wijana.

Sekolah inklusi dibuka di Desa Bengkala karena jumlah penyandang disabilitas bisu-tuli atau yang disebut kolok oleh warga di desa itu cukup tinggi. Kini ada 42 warga kolok di desa berpenduduk 2.749 jiwa tersebut.

Pola pendidikan di sekolah inklusi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sekolah umum. Penyandang disabilitas belajar satu kelas dengan siswa normal. Perbedaannya hanya terletak pada guru yang mengajar. Guru-guru di SDN 2 Bengkala harus bisa bahasa isyarat.

”Syarat sekolah inklusi memang begitu. Minimal separo guru di sini harus menguasai bahasa isyarat karena harus mendidik siswa bisu-tuli. Begitu pula sekolah inklusi tunanetra, guru-guru sekolahnya juga wajib bisa membaca huruf braille,” terang Wijana.

Jika ada guru yang tidak bisa menggunakan bahasa isyarat, pihak sekolah telah memiliki guru pendamping yang andal berbahasa isyarat. Dia adalah Ketut Kanta, ketua Paguyuban Kolok Desa Bengkala yang dikontrak sebagai guru bantu di sekolah itu.

Kanta-lah yang mendampingi para siswa inklusi bisu-tuli sejak masuk sekolah. Mulai mendampingi siswa di kelas khusus selama satu semester hingga lulus sekolah. Biasanya, pada semester pertama, Kanta perlu melakukan pendekatan emosional kepada siswa sekaligus mengajarinya bahasa isyarat sesuai dengan standar internasional.

Menurut Kanta, mendidik siswa bisu-tuli tidak bisa berlandasan rasa kasihan. Harus dari hati kecil disertai kasih sayang orang tua yang lebih banyak kepada anak didik. Kasih sayang dianggap penting lantaran banyak penyandang disabilitas yang kurang mendapat kasih di keluarganya.

”Biasanya, pada semester awal siswa belajar semaunya sendiri. Bahkan, kadang mereka tidak mau belajar sama sekali. Kalau sudah begitu, kami cari cara agar mereka mau belajar. Entah dengan iming-iming permen cokelat atau uang. Yang penting, dia mau sekolah,” tutur Kanta.

Sementara itu, perhatian dunia luar terhadap Desa Bengkala sebagai desa bisu-tuli terus mengalir. Belum lama ini PT Pertamina memberikan bantuan melalui program kawasan ekonomi mandiri (KEM) kepada masyarakat kolok di desa itu. Bantuan dilewatkan Forum Layanan Iptek Masyarakat (FLipMAS) Ngayah, forum nonprofit yang terdiri atas perwakilan universitas negeri dan swasta di Provinsi Bali.

KEM itu berdiri di atas lahan seluas 3 hektare milik Wayan Sandi alias Kolok Sandi, 75, dan Wayan Ngarda alias Kolok Ngarda, 51. Di atas lahan tersebut, akan dikembangkan peternakan dan pertanian terpadu dalam waktu 20 tahun ke depan.

Lahan itu didedikasikan untuk pengembangan ekonomi masyarakat bisu-tuli di Desa Bengkala. Di lokasi tersebut, akan dibangun satu balai kelompok yang berfungsi sebagai balai kesenian sekaligus balai diskusi Paguyuban Kolok Desa Bengkala. Sejumlah kandang ternak juga dibuat agar masyarakat kolok di Desa Bengkala bisa beternak sapi, ayam, atau babi. Lahan lain seluas 2 hektare digunakan untuk perkebunan jambu mete, mangga, kunyit, dan jahe.

Selain mengembangkan fasilitas pertanian dan peternakan, PT Pertamina akan membangun sebuah fasilitas akomodasi pariwisata. Fasilitas itu diperuntukkan wisatawan mancanegara yang ingin menginap di Desa Bengkala sekaligus berinteraksi secara intens dengan masyarakat kolok.

Selama ini, kunjungan wisatawan asing dari Austria, Belanda, Jerman, Jepang, dan Filipina sangat intens. Dalam sekali kunjungan, biasanya mereka menghabiskan waktu dua jam untuk berinteraksi dengan komunitas kolok di Desa Bengkala. Namun, waktu dua jam dianggap belum cukup bagi wisatawan yang kebanyakan akademisi.

”Mereka ingin menginap di sini dan melihat aktivitas warga kolok mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Mereka menganggap interaksi warga kolok dengan warga biasa di sini istimewa,” jelas Kanta.

KEM Kolok dirancang sebagai kawasan agro techno park yang memadukan daya tarik wisata budaya, khususnya yang dimiliki warga kolok. ”Kami membangun balai kelompok yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat pentas janger kolok. Nanti KEM ini kami harap bisa membawa dampak ekonomi bagi masyarakat kolok di sini dan masyarakat lain di Desa Bengkala,” kata Wakil Ketua FLipMAS Ngayah Ida Bagus Mardana. (*/yes/c11/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: