Hearing Batal, SPSI Kecewa
BENGKULU, BE - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bengkulu, sekitar puku 09.00 WIB kemarin, mendatangi kantor gubernur Bengkulu. Kedatangan belasan pengurus SPSI ini bermaksud menggelar hearing dengan Gubernur Bengkulu, H Junaidi Hamsyah SAg MPd terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) 2014 sebesar Rp 1,35 juta yang telah disahkan oleh gubernur. Rencannya, dalam hearing ini SPSI menolak UMP Rp 1,35 juta tersebut, dan tetap meminta UMP 2014 sebesar R, 1,5 juta. Namun SPSI pun harus menelan kekecewaan, karena gubernur tengah menghadiri acara BKKBN di Sport Center Bengkulu. SPSI pun menolak hearing dengan Plt Sekda dan pejabat Pemprov lainnya. Karena sebelumnya, gubernur telah menyetujui jadwal hearing tersebut. \"Sebelumnya gubernur sendiri yang menyetujui bahwa hearing akan digelar hari ini. Namun setelah kami datang, beliau malah tidak ada di tempat,\" ungkap salah seorang pengurus SPSI, Edy Haryono, kemarin. Ia menyatakan, karena gubernur tidak bersedia hearing dengan SPSI. Maka hearing pun terpaksa dijadwalkan ulang. Edy menyebutkan, rencananya dalam hearing tersebut pihaknya akan menyampaikan tuntutan pekerja atau buruh langsung kepada gubernur. Karena upah Rp 1.350 ribu itu memang tidak cukup memnuhi kebutuhan hidup pekerja saat ini. Sehingga para pekerja menuntut agar upah dinaikkan menjadi Rp 1,5 juta perbulannya. \"Coba pikirkan, saat harga serba mahal seperti ini, apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama 1 bulan. Kalau mau jujur, uang Rp 1,35 juta hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga selama 3 minggu,\" terangnya. Kendati hearing dibatalkan, namun SPSI tetap mengharapkan gubernur tetap berpihak kepada para pekerja agar bisa sedikit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara itu, Pelaksa tugas (Plt) Sekda Provinsi, Drs H Herry Syahriar MM menegaskan, tuntutan SPSI tersebut sulit terealisasi. Karena gubernur sendiri sudah menandatangani SK penetapan UMP 2014 sebesar Rp 1,35 juta. \"Besaran UMP itu kan merupakan hasil rapat antara pemerintah provinsi dengan dewan pengupahan. Hasilnya sudah sepakat Rp 1,35 juta, sehingga tidak bisa dinaikkan lagi,\" ujar Herry. Menurutnya, pemerintah bisa saja menaikkan UMP sesuai dengan tuntutan pekerja, namun risiko berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh dewan pengupahan juga harus menjadi bahan pertimbangan. \"Masalah upah ini harus ada kesepakatan dari dewan pengupahan. Jika tidak, maka dikhawatrikan akan terjadi PHK massal. Untuk itu, daripada terjadi PKH lebih para pekerja tetap bekerja sebagaimana mestinya, meskipun upahnya hanya pas-pasan,\" tukasnya. (400)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: