Dosen yang Tidak Suka Sekolah dan Mengabdi Didik Anak Jalanan

Dosen yang Tidak Suka Sekolah dan Mengabdi Didik Anak Jalanan

Kondisi Tunanetra Tak Halangi Mengajar Kaum Kurang Mampu \"1057984_3264317584392_1578251433_n\"Ditakdirkan menderita gangguan mata

sejak lahir tidak menciutkan niat Trian

Airlangga untuk berkontribusi dalam

kehidupan sekitar.

Memilih jalur pendidikan,

dia berupaya keras mendidik anak dari

keluarga tidak mampu

yang mengalami nasib seperti dirinya.

======================================================== Salsyabil - JAKARTA

========================================================

MALAM yang makin larut, tampaknya, tidak membuat mulut Trian Airlangga lelah. Kalau sudah berbicara tentang pendidikan, pria kelahiran Jakarta, 26 Januari 1987, tersebut bagaikan tidak pernah kehabisan kata-kata. Pemuda yang kini menjadi dosen di Kahfi Motivator School itu seperti sudah tahu betul asam garam pendidikan. Semangat besar Trian di dunia pendidikan itulah yang mengantarkannya meraih penghargaan Advan Young Movement, penghargaan bagi pemuda yang peduli terhadap pendidikan yang diselenggarakan produsen obat Advan. Kemenangan Trian dalam ajang tersebut cukup mengejutkan. Sebab, dua pesaing, yakni Valentino Sukoastri dan Andi Suhandi, punya jam terbang yang lebih tinggi. Valentino pernah dinobatkan sebagai duta antikorupsi 2010 dan sampai sekarang aktif mengurusi Sanggar Juara. Sementara itu, Andi Suhandi lebih dulu terkenal dengan Yayasan Cahaya Anak Negeri. Lantas, apa kelebihan pria lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu\" \"Waktu proses nominasi, mereka (panitia, Red) juga bingung harus nyebut saya apa. Soalnya, saya waktu itu sudah tidak aktif dari rumah belajar karena telah ditarik ke Kahfi Motivation School. Saya sudah tawarkan kepada orang lain yang menurut saya jauh lebih baik. Tapi, mereka tetap memutuskan untuk memilih saya dan akhirnya saya disebutlah sebagai aktivis sosial,\" jelasnya. Pria dengan gelar SPd jurusan pendidikan luar sekolah itu punya seabrek pengalaman dalam mengajar. Mengajar dan memberikan training kepada kaum marginal seperti anak jalanan, anak putus sekolah, ibu-ibu buta huruf, hingga nelayan sudah menjadi hobi bagi pria yang menikah setelah Lebaran nanti tersebut. \"Kalau orang lain yang bisa melihat, mereka tinggal ongkang-ongkang kaki sudah bisa baca dan belajar. Berhubung saya tidak bisa melihat, ya saya harus berkegiatan yang banyak. Jadi, pengetahuan saya dapat dari penelitian melalui mengajar dan training,\" terangnya. Trian memang terlahir dengan disabilitas. Sejak umur 17 tahun, dia menjadi tunanetra low vision. Dengan penglihatan yang tidak berfungsi, dia menjadi salah seorang di antara sedikit orang yang keluar dari zona nyaman. Saat teman sekitarnya hanya berani berkiprah di seputar dunia disabilitas, Trian berani berkarya dengan masyarakat seluruh lapisan. Ketika teman-temannya lebih berkonsentrasi untuk mendidik dan membimbing sesama penyandang disabilitas, Trian justru lebih peduli untuk mengajar komunitas tidak mampu. Hal itu dimulai dari masa kuliah. Anak Iwan Soewarta tersebut memilih jurusan pendidikan luar sekolah di UNJ. \"Waktu itu, teman-teman sesama tunanetra pada bilang saya gila. Soalnya, di jurusan itu banyak aktivitas lapangannya. Mereka lebih memilih pendidikan luar biasa. Saya juga diberi tahu, yang pernah masuk jurusan seperti saya berhenti setelah tiga semester. Bahkan, adik kelas yang sesama tunanetra berhenti setelah tiga semester,\" ungkapnya. Dari sanalah dia memulai kegiatan mengajar kaum tidak mampu. Awal 2010, Trian diberi tugas oleh kampus untuk mengajar anak-anak yang putus sekolah di salah satu rumah belajar di Tanjung Priok. \"Nah, waktu itu saya juga mengajar di rumah belajar di Plumpang. Kalau di situ, saya inisiatif sendiri karena diajak yang punya rumah belajar waktu mampir,\" tuturnya. Jam terbang Trian pun terus bertambah. Setelah, mengerjakan tugas kuliah tersebut, dia semakin ketagihan untuk terus mengajar kaum sosial menengah ke bawah. Akhir 2010, Trian bersama seorang rekannya mengonsep rumah belajar yang baru. \"Kami kemudian menerapkan konsep itu untuk mengajar anak jalanan di daerah sekitar Depok,\" ungkapnya. Dari situlah pria yang melalui masa pendidikan dasar di sekolah reguler itu benar-benar belajar cara mengajar di luar kebiasaan. Berbeda dengan kurikulum di sekolah, dia harus tahu kebutuhan anak-anak tersebut. Setelah tahu, barulah Trian bisa menyusun kurikulum. \"Cara belajarnya pun tidak bisa langsung. Pertama, perutnya harus dikenyangin. Kedua, psikologisnya harus dibuat nyaman dan termotivasi. Setelah itu, baru diberi pendidikan. Kami sebut cara itu dengan 3P,\" tambahnya. Sambil mengajar, Trian menumbuhkan kesukaan di bidang komunikasi. Menurut dia, hal itulah yang menjadi dasar bagi para pengajar untuk mendidik murid. Karena itu, dia juga terus mengasah diri menjadi trainer dan counselor bagi komunitas disabilitas serta kaum marginal. \"Saya sempat akhirnya dipekerjakan menjadi trainer pusat kajian disabilitas FISIP UI. Terus, saya juga masih membimbing anak-anak luar sekolah,\" ujarnya. Saat ditanya alasan tertarik pada dunia pendidikan, Trian menyebutkan bahwa dirinya tidak suka sekolah. Yang dimaksud dengan tidak suka sekolah oleh pria yang punya nama beken Trian Gembira itu adalah sistem pendidikan saat ini. Menurut dia, pendidikan di Indonesia hanya ingin mengajar. \"Guru masih menggunakan nilai perasaan. Meski jeblok, kalau suka, pasti dikatrol. Itu buat saya keliru. Kapan seorang murid punya nilai murni?\" katanya. Saking bencinya, Trian sempat bersumpah tidak ingin menjadi guru atau bekerja di instansi pendidikan apa pun. Bahkan, saat harus pilih Universitas, dia sebenarnya tidak mau mendaftar di UNJ. Sebab, lulusannya pasti jadi guru. Tapi, setelah mengetahui pendidikan luar sekolah, Trian akhirnya berhasrat mengajar tanpa harus berurusan dengan sekolah. \"Rasanya aneh juga, saya dulu tidak ingin jadi guru, tapi sekarang menjadi pengajar. Tapi, yang paling penting, saya tidak seperti guru-guru lain. Saya lebih menekankan pelajaran ke dasar dan motivasi. Jadi, diajarkan alasan kenapa harus belajar suatu materi,\" jelasnya. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: