Bunga di Ujung Samudra

Tri Chamauliddah-(ist)-
“Namanya Sari binti Hasan. Seorang yatim. Ia meninggal dalam pelarian di hutan dekat Kepahiang.”
Ayla menangis diam-diam. Sari, seorang anak yatim yang membawa pesan perjuangan dan mati tanpa nisan. Namun jejaknya akhirnya ditemukan, ditulis kembali dalam catatan sejarah, dan dikenang bukan sebagai korban melainkan pejuang.
Ayla menulis ulang jurnal Sari dalam bentuk buku kecil berjudul “Bunga di Ujung Samudra”. Buku itu diluncurkan tepat saat perayaan Tabot, upacara duka yang telah bertransformasi menjadi kekuatan budaya Bengkulu. Di tengah gemuruh gendang dan parade menara Tabot, Ayla meletakkan satu buket bunga rafflesia tiruan di depan panggung kecil. Di sampingnya, ada plakat bertuliskan: Untuk Sari, yang tak dikenal negara, tapi diakui sejarah.
Kini, di museum mini di Rumah Pengasingan Bung Karno, berdiri satu ruang kecil bertema “Perempuan dalam Perlawanan Sunyi.” Di dalamnya, jurnal Sari dipajang lengkap dengan potongan surat Soekarno, salinan tulisan Fatmawati, dan peta perjalanan terakhir Sari ke hutan Kepahiang. Sebuah foto hutan itu ditempelkan di dinding, dengan tanda silang kecil berwarna merah di salah satu sudut: “Lokasi terakhir Sari terlihat oleh warga desa.”
Ayla kembali ke Jakarta dengan data dan naskah yang menjadi bukti sejarah. Namun, hatinya masih tertinggal di Bengkulu, di antara desir angin Tapak Paderi, gema sejarah yang tak tercatat, dan keberanian perempuan muda yang pernah menjadi bayangan di rimba, demi suara bangsa yang merdeka. Di ujung samudra yang tak pernah diam, bunga itu akhirnya ditemukan.
-SELESAI-
Tri Chamauliddah, Bunda dari Trio_Zi yang mulai menyukai dunia literasi sejak Maret 2020. Karya-karyanya telah terabadikan dalam 73 buku antologi. Penulis berharap dapat menghasilkan ketikan jemari yang bisa menjadi amal jariyahnya kelak.
Cerpen Bunga Di Ujung Samudra merupakan bagian dari Antologi Bengkulu Dalam Cerita dari Klub Pengarang Bengkulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: