SEJARAH: Prancis Pernah Berkuasa di Bumi Raflesia
Comte d'Estaing-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-
Kerja keras Raffles berhasil membangun ibu kota Bengkulu yang benar-benar dapat dibanggakan, berpenduduk terdiri dari berbagai bangsa, yaitu Eropa, India, Cina Melayu dan Bugis. Penduduk Melayu merupakan mayoritas yang datang dari daerah sekitarnya (Minangkabau Aceh, dan Jawa) serta para nelayan. Bangsa Eropa turunan Yahudi dan Kristen merupakan golongan kecil sebagai petualang dan pedagang di samping mereka yang bekerja di pemerintah kolonial Inggris sebagai pegawai sipil dan militer. Selanjutnya terdapat kolonisasi bangsa Jerman dan bangsa Cina sebagai pedagang sejumlah 1000 jiwa yang berdiam di suatu tempat khusus. Kampung Cina, dengan kepalanya seorang Kapitan Cina Bangsa Benggali yang jumlahnya juga besar bermukim di ibu kota sebagai golongan pertukangan (handcraftsmen), tukang jahit, tukang dobi, dan lain-lain. Golongan Benggali ini umumnya menganut agama Islam. Perkawinan mereka dengan penduduk pribumi membuat mereka telah berbaur dengan penduduk asli setempat.
Selain membangun kembali ibu kota, Raffles tertarik pada keadaan pembudakan. Sebagaimana diketahui, pada tahun 1750 ada 357 budak di Fort Marborough dan 84 di daerah Luar. Selama pendudukan Prancis banyak para budak ini melarikan diri atau menghilang. Pada tahun 1695 Inggris (EIC) buat pertama kalinya mendatangkan budak belian dari Madagaskar ke Bengkulu untuk para pekerja kasar dan bagian kecil untuk menjadi tentara kompeni Inggris. Pada tahun 1766 setelah Inggris kembali ke Benggali di membawa pula tambahan budak-budak belian sehingga terdapat 400 penduduk di dalam Fort Marlborough dan 176 di daerah Luarnya. Pada tahun 1778 jumlah budak Fort Marlborough mencapai 95 orang Mukomuko, 37 orang Ketahun, 15 orang lai, Seluma Manna 5 orang, Kaur 19 dan Krue 26 orang. Keadaan para budak ini pada umumnya merana dan dipandang hina karena kompeni mempekerjakan mereka untuk membongkar dan memuat barang ke kapal-kapal yang datang dan pergi serta pekerjaan-pekerjaan lain yang kasar dan berat. 23 orang,
Di bulan April 1818, dilakukan pertemuan dengan para Kepala Masyarakat Hukum Adat, dan hasilnya Raffles menyatakan penghapusan pembudakan di seluruh wilayah jajahan Inggris. Semua budak kompeni dan kepada mereka masing-masing diberi satu sertifikat kebebasan sebagai orang merdeka. Turut serta dihapuskan sistem setoran paksa dan sistem tanam paksa lada. Selanjutnya Raffles menghapus pula perbedaan masyarakat Eropa dan pribumi. Tempat kediamannya pun terbuka bagi masyarakat pribumi dalam segala ke sempatan, sehingga dengan cara demikian pengaruhnya terhadap rakyat semakin besar. Kebijakan-kebijakan ini akhirnya melahirkan kepercayaan penuh masyarakat terhadap Raffles sebagai pucuk pimpinan pemerintah Bengkulu.
Raffles pula yang pertama kali membangun bungalow di Bukit Kabut yang masih berhutan lebat, tetapi memiliki pemandangan alam yang indah di sekitamya. Di dalam tahun 1818 jalan-jalan raya ke Manna, Kaur dan Seluma menyusuri pantai dipelihara dengan baik.
Dalam bidang pendidikan, Raffles membangun sekolah-sekolah rakyat, di mana para remaja belajar membaca, menulis, berhitung, serta ilmu pengetahuan sekadarnya. Untuk menambah wawasan masyarakat, Raffles menerbitkan surat kabar “The Malayan Gazette” dengan percetakan sendiri di ibu kota Bengkulu dan merupakan koran pertama di seluruh Sumatra. Di ibu kota terdapat sebuah sekolah swasta yang dipimpin oleh Pendeta Ward, memiliki jumlah murid sebanyak 160 orang, yaitu memakai metode Lancaster. Alhasil, masyarakat ibu kota Bengkulu mengalami banyak perubahan peradaban. Para wanita dan pria, khususnya dari golongan hartawan pandai membaca dan menulis.
Digambarkan oleh Nahuys mengenai perubahan-perubahan social dan pendidikan yang diperoleh masyarakat Bengkulu;
“Meskipun Bengkulu dalam arti komoditas perdagangan dunia belum dapat disamakan dengan Jawa, namun dalam bidang memajukan serta memperbaiki tingkah laku dan pendidikan rakyat, Sir Thomas Stamford Raffles pantas dipuji. Dalam bidang ini, ia mendapat dukungan yang simpatik pula dari para misi agama Kristen serta para penduduk bangsa Eropa di Fort Marlborough. Di semua tempat dan di distrik, Raffles telah berhasil membangun sekolahsekolah rakyat, tempat para remaja belajar membaca, menulis, berhitung, dan belajar ilmu pengetahuan terapan yang sangat diperlukan oleh penduduk. Sebagai seorang karir pemerintahan yang banyak pengalamannya, Raffles bukanlah seorang birokrat yang hanya sekadar duduk di belakang meja saja. Akan tetapi ia juga seorang pegawai yang acapkali terjun ke lapangan untuk mengetahui keadaan wilayahnya. la menjelajahi daerah-daerah yang berada di selatan, yaitu Distrik Seluma, Manna, hingga ke Kaur.(**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/prancis-ganyang-inggris-di-bengkulu/