Membangun Proses Politik yang Berintegritas
Pekerja menata kotak suara setelah dirakit di gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis (14-2). ANTARA/Siswowidodo/foc-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-
JAKARTA, BENGKULUEKSPRESS.COM - Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2016-2018 menyebutkan perilaku koruptif dari para kader partai politik (parpol) pada saat menjabat disebabkan tingginya biaya politik pada saat pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada).
Dari survei KPK didapati fakta bahwa dana yang harus disiapkan para calon untuk menjadi bupati atau wali kota ialah Rp20 miliar-Rp30 miliar, sementara untuk posisi gubernur atau wakil gubernur, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp100 miliar.
Biaya tinggi tersebut menjadi pemicu kepala daerah melakukan berbagai cara guna mengembalikan modal tersebut.
Data KPK menunjukkan hingga Agustus 2022, sebanyak 310 orang anggota DPR dan DPRD, 154 orang wali kota/bupati dan wakil, serta 22 gubernur terjerat kasus tindak pidana korupsi.
BACA JUGA:189.694 warga Rejang Lebong terdaftar peserta JKN-KIS
KPK mengidentifikasi modus utama korupsi politik terjadi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dengan memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri atau kelompoknya, memuaskan pendukung atau sebagai kompensasi, maupun untuk memelihara sumber-sumber kekuasaan.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam webinar "Cegah Korupsi, Bantuan Parpol Jadi Solusi?" pada 16 September 2022 mengatakan gaji kepala daerah relatif tidak proporsional dengan beban kerjanya. Alhasil, mau tidak mau proses pengembalian modal tersebut dilakukan dengan cara korup.
Ketidakberimbangan tersebut mengakibatkan proses politik yang semestinya dilakukan secara hati nurani kemudian menjadi transaksi bisnis.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, sejatinya parpol memegang peranan penting di Indonesia. Undang-undang tersebut mengamanatkan lima fungsi strategis parpol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama, sarana pendidikan politik, kedua, sarana persatuan dan kesatuan bangsa, ketiga, sarana menyerap, menghimpun, dan menyalurkan aspirasi masyarakat, keempat, sarana partisipasi politik warga negara, dan kelima, sarana perekrutan kader dalam proses pengisian jabatan politik.
KPK menganggap kedudukan parpol sangat strategis dalam mengusung pasangan calon dalam menghasilkan wakil rakyat, presiden, wakil presiden, serta kepala daerah yang berkualitas dan berintegritas yang akan memimpin Indonesia.
Mengingat pentingnya kedudukan parpol dalam pilar kehidupan, KPK mengharapkan parpol menjadi pilar demokrasi sebagaimana tujuan berbangsa dan bernegara.
Kajian KPK dan LIPI juga menyimpulkan bahwa setiap parpol harus menjalankan lima fungsinya sebagaimana yang tertuang di dalam sistem integritas partai politik (SIPP), yaitu, standar kode etik, keuangan parpol dengan kejelasan sumber keuangan dan alokasi anggaran, rekrutmen kader yang baik dengan regulasi dan sistem.
Berikutnya, demokrasi internal parpol, yaitu demokratisasi dalam penentuan pengurus dan pengambilan keputusan dan kaderisasi dengan regulasi yang diiringi monitoring dan evaluasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: