Perjuangan Resi, Manusia Badut di Lampu Merah Kota Bengkulu

Perjuangan Resi, Manusia Badut di Lampu Merah Kota Bengkulu

BENGKULU, Bengkuluekspres.com – Di zaman sekarang apalagi di tengah kota, sudah sangat sulit sekali mencari pekerjaan, semua dilakukan demi memenuhi kebutuhan asalkan masih dengan cara yang halal, seperti menjadi boneka badut dan manusia silver di lampu merah jalanan. Resi (22), asal Jalan Semangka 3 Padang Serai adalah salah satu pekerja boneka badut di lampu merah, dan ini adalah pekerjaan nya sehari-harinya. Dia juga adalah seorang ibu dari satu orang putri yang bernama Aisyah (3), yang Resi bawa setiap hari waktu ia bekerja. “Awalnya saya hanya penjual tisu di lampu merah ini, lalu ada tawaran menjadi boneka badut dan saya berpindah pekerjaan menjadi boneka badut ini,” ujar Resi, Senin, (31/1). Bengkuluekspres saat melakukan wawancara melihat keadaan anaknya yang sedang sakit, namun selalu mengikuti Resi bekerja mengelilingi mobil motor yang berhenti di lampu merah dan di bawah panas terik matahari, setelah ditanya pengobatan anaknya pun hanya minum bodrexin. Resi mengaku memiliki suami yang tinggal jauh dari meraka karena merantau ke Pasma, bekerja sebagai buruh tani di kebun orang, yang jarang sekali pulang ke rumah. Tak terbayang bagaimana sulitnya menjalani kehidupan dengan ekonomi yang susah dan harus jauh dari suami, dan harus mengurus anaknya sendiri. Tak hanya Resi, Dede (23)  bertempat tinggal di Sawah Lebar yang bekerja sebagai manusia silver di lampu merah jalanan Bengkulu, yang juga harus bekerja di bawah terik matahari yang sangat panas setiap harinya untuk memenuhi kebutuhannya dan sang ayah yang sedang sakit, dan tidak bisa bekerja lagi, ayah dan ibunya sudah bercerai sejak lama. Maka dari itu Dede yang harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Saya juga tukang bangunan, kadang tukang parkir, tapi kalo lagi ngga ada pembangunan saya kerja jadi manusia silver ini, apa aja kerjanya yang penting halal, sebenernya ngga cukup tapi dicukup cukupkan aja. Ngga mudah cari kerja,” ujar Dede. Dede mengaku tidak memiliki kendaraan untuk berangkat bekerja, terkadang ia naik angkot dan terkadang ia berjalan kaki menuju lampu merah tempat ia bekerja, tak hanya itu dia pun pemuda pekerja keras yang tidak memiliki alat komunikasi handphone seperti remaja lainnya. Mereka adalah pekerja pekerja lampu merah di jalanan yang harus bekerja dari pagi sampai petang untuk memenuhi kebutuhan. Meraka dan orang tercinta, dengan penghasilan setiap harinya hanya Rp 50 ribu sampai Rp 80 ribu saja, dan penghasilan paling besar nya Rp 100 ribu.(MUSTIKA/MG11)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: