Berekspresi di Media Sosial Bebas Tapi Terbatas

Berekspresi di Media Sosial Bebas Tapi Terbatas

\"\" BENGKULU, bengkuluekspress.com - Presiden Republik Indonesia memberikan arahan tentang pentingnya Sumber Daya Manusia yang memiliki talenta digital. Menyikapi hal itu, maka pentingnya mengetahui kebebasan berekspresi di media sosial dengan batasan-batasan yang ada. Wakil ketua HUMAS SMAN 1 Bengkulu Selatan dan Ketua TIK Kabupaten Bengkulu Selatan Trimo Ponendri, S.Pd selaku narasumber mengatakan, Media sosial adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain para penggunanya dengan mudah untuk berpartisipasi, berinteraksi, jejaring sosial, serta forum virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. \"Hal yang terjadi jika kebebasan berekspresi dibebaskan, meliputi pribadi yang buruk, kebencian pada lingkungan sosial, keluarga yang retak, dan disintegrasi bangsa,\" kata Trimo, Rabu (18/9). Ia menerangkan, penting diperhatikan, dalam berekspresi di media sosial, diperkenankan melakukan ujaran tidak mengandung kebencian dan permusuhan, diksi, mimik, SARA, asusila, dan aman. Media sosial digunakan untuk hal yang positif, seperti sebagai sarana memuliakan sesama, memuliakan bahasa persatuan, sarana berbagi pengetahuan, sarana berkompetisi dan kesantunan, serta sarana meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Sementara itu, Ketua STTIT Al Qur’anih Manna Bengkulu Selatan Dr. Rizki Ramadhani, S.Pd.I., M.Pd.I mengungkapkan, transformasi budaya juga bertumbuh dan beralih dengan kemajuan teknologi. Budaya digital di Indonesia, penetrasi internet yang meningkat tajam. Artinya, sebagian besar penduduk Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial. \"Maka jika tidak bijak dan cerdas dalam menggunakan ruang digital, media sosial dapat menjadi masalah, pertikaian, perpecahan,\" ujarnya. Sehingga, pentingnya memahami  multikulturalisme di ruang digital dengan perbedaan budaya adalah perbedaan bahasa dan kebiasaaan masyarakat majemuk. Supaya, terhindar dari yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, sensitifitas dengan mengunggah tidak pada waktunya, cyberbullying, tempat bercanda yang berlebihan, unggah tentang SARA, serta egosentris di ruang digital menganggap pendapatnya paling benar. (HBN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: