Warga Miskin Selalu Prioritaskan Rokok
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Warga miskin di Provinsi Bengkulu lebih mempriotaskan rokok ketimbang pendidikan dan kesehatan. Bahkan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2019 lalu, komoditas rokok kretek filter memberikan sumbangan terhadap garis kemiskinan sebesar 13,81 persen diwilayah perkotaan dan 10,82 persen diwilayah perdesaan. Sementara pendidikan dan kesehatan hanya menyumbangkan tidak sampai 3 persen terhadap garis kemiskinan di Bengkulu.
Kepala BPS Provinsi Bengkulu, Dyah Anugrah Kuswardani MA mengatakan, rokok telah membius warga miskin dengan sadar atau tidak sadar. Bahkan telah jadi bagian dari kebutuhan dasar mereka. Sementara kebutuhan utama seperti kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal malah tersedot untuk belanja rokok.
Hal tersebut diperkuat dari laporan WHO yang mencatat orang miskin di Indonesia menghabiskan 15 pendapatannya untuk asap rokok. Artinya merokok lebih penting daripada kebutuhan utama lainnya. \"Kalau kita lihat data memang rokok selalu menjadi salah satu faktor penyumbang garis kemiskinan di daerah, dimana pengeluaranya lebih besar daripada pengeluran untuk makanan bergizi,\" kata Dyah, kemarin (16/10).
Ia mengatakan, pengeluaran masyarakat miskin untuk rokok yang sedemikian besar bahkan mengalahkan pengeluaran makanan bergizi seperti telur, pendidikan anak, dan kesehatan. Diperkirakan akan menyebabkan masyarakat miskin tetap berada dalam siklus kemiskinan dari generasi ke generasi.
\"Untuk itu kami meminta pemerintah untuk menaikkan harga rokok setinggi mungkin sebagai salah satu langkah konkret untuk mengurangi konsumsi rokok di kalangan masyarakat miskin. Jadi pengeluarannya dapat dialihkan untuk konsumsi makanan bergizi, biaya pendidikan dan kesehatan yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada upaya pengentasan kemiskinan,\" imbuhnya.
Ia melanjutkan, dengan menaikkan harga rokok secara signifikan, diharapkan tingkat konsumsi rokok terhadap masyarakat miskin akan berkurang.\"Kalau kenaikan sekadar naik dalam batas yang tidak terlalu besar itu barangkali tetap akan dibeli. Tetapi kalau dalam jumlah yang signifikan bahkan sampai naik 100 persen itu bisa membuat masyarakat miskin itu berpikir dan beralih kebutuhannya untuk kebutuhan lain,\" tuturnya.
Sementara itu, Pakar Ekonomi Universitas Bengkulu, Prof Dr Kamaludin MM mengatakan, dengan menaikkan harga rokok maka dapat menimbulkan inflasi dan dampak ekonomi yang negatip bagi masyarakat dan negara. Bahkan masyarakat yang tadinya miskin, akan semakin miskin. Karena kebiasaan merokok susah untuk dihilangkan.
\"Bila dilihat dari sisi penerimaan negara, kenaikan rokok dapat sedikit membantu menambah pendapatan negara. Namun bila ditinjau secara komprehensif dari sisi makro ekonomi, kebijakan tersebut merugikan masyarakat dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi yang tinggi,\" tutupnya.(999)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: