Tidak hanya itu, 5 hari kerja juga dinilai tidak efektif dikarenakan tidak sesuai dengan etos dan kebiasaan kerja PNS dan masyarakat Kota Bengkulu yang biasanya PNS mulai bekerja pukul 08.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB, diluar itu PNS beristirahat beristirahat dan menghentikan aktivitas perkantorannya.
\"Kalau mau memberlakukan 5 hari kerja, maka berikan uang makan kepada seluruh PNS ataupun tenaga honorer, jika tidak mampu, lebih baik tetap 6 hari kerja,\" tegas anggota DPRD Kota, H Ahmad Badawi Saluy SE MSi.
Ia menjelaskan, jika Pemkot tidak memberikan uang makan, sama halnya dengan menzalimi pekerja yang akan berdampak pada tidak maksimalnya PNS dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Meskipun dalam kuisioner telah disebutkan bahwa PNS setuju 5 hari kerja walaupun tanpa uang makan. \"Menurut saya rencana ini harus dikaji ulang, karena dampaknya sangat besar,\" ujarnya.
Disinggung soal mengikuti Pemerintah Provinsi, Badawi menegaskan, bahwa Pemerintah kota atau kabupaten tidak bisa sepenuhnya mengikuti pemerintah provinsi. Karena pada dasarnya pemerintah provinsi tidak bersentuhan langsung masyarakat umum, sedangkan pemerintah kabupaten/kota merupakan ujung tombak pemerintahan, karena jajarannya sampai paling bawah dan sangat bersentuhan dengan masyarakat, seperti di kelurahan, Puskesmas, pemadam kebakaran, pengurus perizinan, dan lainnya.
\"Kalau kota menerapkan 5 hari kerja, apakah tidak bermasalah dengan jajarannya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat? Jangan sampai hanya karena ingin mengikuti pemerintah provinsi, justru menyampingkan pelayanan terhadap masyarakat,\" ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, jika seandainya Pemda kota memberlakukan 6 hari kerja instansi teknis yang berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti Puskesmas, kantor Lurah, BBPT, PBK, menurutnya tidak juga efektif, karena akan terjadi kecemburuan sosial antara PNS yang bekerja 5 hari dengan 6 hari.
Dibagian lain, Asisten III Pemda Kota Bengkulu, Drs Hilman Fuadi mengatakan, apabila kebijakan lima hari kerja tidak diterapkan maka Pemkot yang akan mengalami kesulitan untuk koordinasi dengan pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah lain yang sudah menerapkan kebijakan itu sebelumnya terutama pada hari Sabtu.
“Sistem lima hari kerja relatif lebih membantu pengurusan berbagai hal yang berhubungan dengan Pemda kota. Karena waktu lima hari kerja membuat jam kerja per hari lebih panjang. Sebab, dalam lima hari kerja, pulangnya sampai sore hari,” jelasnya.
Dikatakan Hilman, dengan diterapkannya kebijakan tersebut, nanti pihaknya berharap agar kinerja aparatur Pemkot bisa lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mengingat waktu serta hari kerja dengan pemerintah pusat maupun provinsi telah sinkron.
Terkait instansi yang besentuhan langsung dengan masyarakat luas, Hilman mengatakan tetap seperti sebelumnya, yakni 6 hari kerja. Hal ini dilakukan agar pelayanan terhadap masyarakat tidak terganggu.
“Instansi yang sifatnya pelayanan ke publik tetap diberlakukan 6 hari kerja, sedangkan 5 hari kerja hanya berlaku untuk instansi atau SKPD yang tidak berhubungan langsung dengan masyarakat. Namun sebelum diberlakukan, program ini akan terus dikaji ulang untuk mendapatkan yang terbaik,\" ungkapnya. (400)