Peserta BPJS Pilih Mundur?
BENGKULU, BE - Akibat adanya kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, khususnya bagi peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja terhitung mulai 1 April mendatang, membuat banyak peserta akan mengundurkan diri. Bahkan informasi yang diperoleh, jumlah peserta yang tidak mau lagi membayar iuran BPJS itu mencapai 50 persen dari jumlah peserta saat ini.
Hal itu itu disampaikan Anggota DPD RI Dapil Bengkulu, Dra Hj Eni Khairani MSi dalam rapat bersama Pemprov dan BPJS di kantor gubernur Bengkulu, kemarin (28/3).
Menurut Eni, banyaknya peserta yang akan mengundurkan diri itu terungkap saat ia melakukan kunjungan menyerap aspirasi masyarakat di berbagai daerah di Provinsi Bengkulu. Pengunduran diri itu sebagai bentuk penolakan masyarakat Bengkulu atas kenaikan BPJS tersebut.
“Saat saya turun, tidak sedikit masyarakat menanyakan terkait kenaikan iuran BPJS ini. Mereka merasa sosialisasi belum tuntas sehingga mereka merasa berat, terutama yang bekerja serabutan. Penolakan dari masyarakat ini harus dipikirkan oleh semua pihak,” katanya.
Jika tidak ada solusi lain, ia optimis ancaman masyarakat tersebut akan menjadi kenyataan. Karena tak bisa dipungkiri masyarakat kalangan bawah saat ini sedang dalam kesulitan, mengingat harga komoditas pertanian seperti karet tak kunjung naik.
“Jangan-jangan selama ini BPJS memang dirasakan tidak memberikan kemudahan dalam pelayanan kesehatan, sehingga dengan kenaikkan tarif ini masyarakat enggan melanjutkan program tersebut. Untuk itu, kita harus cari solusinya agar tidak membebani masyarakat yang bukan pekerja penerima upah,” lanjutnya.
Namun informasi yang disampaikan Eni Khairani itu ditepis Kepala BPJS Bengkulu, dr Syaiful Roib. Ia bahkan mengaku hingga saat ini masyarakat terus melakukan pendaftaran baru dan membayar iuran tetap seperti biasanya. “Saya kira masyarakat mesti diberikan pengertian. Mereka beli pulsa yang cepat habis, sedangkan iuran BPJS inikan untuk kesehatan jangka panjang. Dengan penyesuaian tarif ini diharapkan pelayanan juga lebih baik. Sepertinya tidak ada trend penurunan peserta untuk di Bengkulu,” terang Syaiful.
Diakuinya, jumlah peserta BPJS Kesehatan di Provinsi Bengkulu sekitar 1,1 juta orang, sedangkan yang terkena kenaikan tarif hanya sekitar 150 ribu peserta.
\"Jumlah yang terkena dampak kenaikan tidak sampai 50 persen dibandingkan jumlah peserta seluruhnya,\" tukas Syaiful.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, H Amin Kurnia SKM MM mengaku tidak bisa berbuat banyak mengenai kenaikan iuran BPJS itu, karena hal tersebut kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan se-Indonesia.
Hanya saja pihaknya bisa membantu melalui proses pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit agar lebih baik lagi. Namun pelayanan tersebut masih terkendala karena masih banyaknya Puskesmas dan rumah sakit khususnya di kabupaten-kabupaten yang belum terakreditasi. \"Syaratnya harus terakreditasi, kalau belum, pihak BPJS tidak mau,\" ujarnya.
Untuk itu, ia meminta bantuan kepada senator maupun anggota DPR RI dari Provinsi Bengkulu untuk membantu mendapatkan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat yang digunakan untuk penyediaan fasilitas di Puskesmas dan rumah sakit yang belum terakreditasi itu.
\"Belum terakreditasi kan karena fasilitasnya belum lengkap. Nah, solusinya harus lengkapi dulu sarana dan prasarananya,\" pinta Amin.
Diketahui, iuran BPJS yang mengalami kenaikan ini adalah peserta mandiri dengan pelayanan kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 30.000 per orang/bulan. Sedang peserta kelas II naik dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000 per orang/bulan.
Berbeda dengan dua kelas sebelumnya, kenaikan iuran untuk peserta mandiri dengan pelayanan kelas I harus membayar sebesar Rp 80.000 per orang/bulan, dari sebelumnya hanya Rp 59.500 per orang/bulan. Selain peserta mandiri, besaran iuran PBI (penerima bantuan iuran) juga naik menjadi Rp 23.000 per orang/bulan. (400)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: