Negara Ini Tidak Layak Miskin

Negara Ini Tidak Layak Miskin

Irwan Hidayat tentang Daya Saing Indonesia Kekayaan alam yang melimpah semestinya bisa menjadi daya saing Indonesia dalam bertarung di kancah regional maupun global. Sektor pariwisata dan perkebunan dapat membangkitkan perekonomian. Jemari Irwan Hidayat lincah bergerak memainkan ponselnya. Tidak lama, Dirut PT Sido Muncul Tbk itu memperlihatkan kepada Jawa Pos beberapa foto dan video yang diputarnya. Itu adalah arsip beberapa iklan produk barunya, Tolak Linu Herbal. ”Sejak 2010, iklan-iklan kami mengedepankan sisi pariwisata,” ujarnya. Memang kalau diperhatikan, iklan-iklan Sido Muncul selalu menonjolkan keindahan alam Indonesia. Gerakan jarinya sempat terhenti pada sebuah gambar Bandar Udara Komodo, Nusa Tenggara Timur. Bandara yang dekat dengan Labuan Bajo itu dulu tidak begitu bagus. Dia lantas menunjukkan foto-foto kondisi terkini yang jauh lebih menawan. ”Dulu, di sana cuma ada dua hotel. Sekarang sudah 12 hotel,” katanya. Berkembangnya kawasan wisata Komodo itu menjadi bukti bahwa sektor pariwisata jika digarap serius bisa menghasilkan gemerincing keuntungan yang melimpah. Dampak positifnya, tentu kesejahteraan masyarakat sekitar turut meningkat. ”Indonesia punya peluang yang luar biasa. Investasi tourism bisa diperbesar. Negara ini tidak layak miskin,” ucap dia. Lantaran kesengsem dengan keindahan Indonesia, Irwan tidak ingin lepas dari membuat iklan produk berlatar lingkungan. Jadi, dua-duanya dapat. Mempromosikan daerah wisata sekaligus produk komersial. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, sektor pariwisata Indonesia memang kalah jauh. Dengan segenap warisan keindahan alam yang kita miliki, wisatawan asing yang datang ke Indonesia hanya sekitar 8,8 juta orang per tahun. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 25 juta wisatawan. Juga Singapura, negara kota yang tiap tahun dikunjungi 11,5 juta wisatawan mancanegara. Sebagai bos perusahaan jamu, pria kelahiran 23 April 1947 itu tahu betul tentang potensi alam Indonesia. Di sektor perkebunan, masih banyak lahan yang bisa ditanami untuk obat herbal. Menurut dia, bisnis jamu sampai sepuluh tahun ke depan masih terus menarik. Berbagai produk minuman herbal kini juga muncul dalam kemasan modern dan di kafe. Sido Muncul juga tertarik untuk membuat semacam konsep kafe dan menjual produk herbal siap minum. Saat ini, lanjut Irwan, sudah tidak ada lagi yang menyepelekan jamu. ”Menengah ke atas justru minum jamu,” ujar dia. Optimisme terhadap produk herbal juga disebabkan makin tertariknya orang asing untuk mengimpor ke negara masing-masing. Ketertarikan global agar kembali ke produk nonkimia diyakini membuat konsumsi herba bisa menjadi lifestyle dalam sepuluh tahun ke depan. ”Seperti kopi, pada 1950-an yang minum orang-orang tua. Sekarang sudah bergeser ke anak muda. Kalau enggak minum kopi, enggak keren,” katanya. Industri herbal di Indonesia punya posisi yang bagus karena pemerintah sudah memiliki regulasi soal itu. Kini tinggal melihat aplikasi di lapangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). ”Yang menentukan itu BPOM. Apakah bisa bekerja secara ketat supaya produk herbal Indonesia makin dipercaya,” terangnya. Produk herbal juga bisa menjadi salah satu pintu agar Indonesia tidak lagi mengandalkan bahan mentah saja. Hasil bumi, termasuk buah-buahan, bisa diolah sebelum dikirim ke luar negeri. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi juara dan tak lagi lemah di sisi komoditas ekspor. Namun, sebelum lebih jauh berbicara soal ekspor, pasar dalam negeri harus dikuatkan. ”Logikanya, kalau di negeri sendiri jadi masterpiece, akan ke mana-mana. Seperti jamu, bukan komoditas. Jadi, perlu pembuktian dalam negeri,” jelasnya. Nah, untuk menumbuhkan pasar dalam negeri, ekonomi masyarakat perlu diperkuat. Apalagi, pada pertengahan 2015, perekonomian Indonesia sempat babak belur dan melambat. Bapak tiga anak itu yakin betul bahwa pemerintah bisa memperbaiki kondisi tersebut. Apalagi, ada bukti bahwa pemerintah terus membangun. ”Saya melihat, pemerintah sedang membangun fondasi. Seperti membangun gedung apartemen. Kalau tiga tahun proses, selama satu tahunnya basement,” urainya. Irwan mengatakan, kondisi ekonomi awal tahun ini masih cukup sulit. Namun, dia yakin betul, pada semester kedua 2016 akan terjadi perubahan dan cerahnya masa depan negeri ini mulai terlihat. ”Saya bukan ekonom. Tapi, saya yakin dari sudut itu karena sekarang semua dieksekusi, bukan lagi hanya wacana,” tambahnya. Selain urusan fondasi, penghobi tenis itu menyebut beberapa infrastruktur perlu digenjot lagi. Terutama jalan, listrik, serta transportasi melalui pelabuhan dan udara. Lantas, dia menyarankan beberapa aturan dipermudah supaya pengusaha bisa lebih tumbuh. Dia lantas mencontohkan aturan perpajakan yang seharusnya bisa dipermudah. Misalnya, pengurusan dibuat online sampai penghitungan pajak digampangkan. Jadi, langsung dibuat satu hitungan. Tidak seperti sekarang, proses beli bahan baku kena pajak. Setelah diproduksi dan dijual, produk kena pajak lagi. Kalau mau ekspor, juga dikenakan pajak lagi. Begitu juga urusan jual-beli tanah untuk usaha dan proses perizinan setelahnya, perlu dipermudah. ”Dibuat yang lebih gampang saja,” tuturnya. (dim/c11/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: