139 Bahasa Daerah Terancam Punah

139 Bahasa Daerah Terancam Punah

\"DENDI BENGKULU, BE – Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, kemarin (15/6) melakukan kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi Bengkulu. Kunker ini dalam rangka Penyusunan Rancangan Undang Undang Bahasa Daerah sebagai inisiatif Komisi III untuk mengantisipasi banyaknya bahasa daerah yang punah.

Sekitar pukul 10.00 WIB kemarin, Komite III DPD menggelar pertemuan dengan Gubernur Bengkulu yang diwakili Asisten Bidang Administrasi Umum atau Asisten III, Ir Drs H Sudoto MPd. Ikut hadir dalam kesempatan itu Kadisdiknas Provinsi Bengkulu, Atisar Sulaiman SAg MM dan perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sedangan dari Komite III sendiri hadir Dra Hj Eni Khairani MSi sebagai koordinator Komite III wilayah Bengkulu, Ir H A. Aziz Qahar Mudzakkar MSi, H Habib Hamid Abdullah SH MH, Maria Goreti SSos MSi dan H Ahmad Jajuli SIP.

Dalam  kesempatan itu, Eni Khairani yang diketahui Senator dapil Bengkulu menungkapkan, dijadikannya Provinsi Bengkulu sebagai salah satu tempat inventarisir bahasa daerah dikarenakan Bengkulu memiliki keragaman bahasa daerah mulai dari bahasa Rejang, Melayu Bengkulu, Lembak, Serawai, Pasemah, Pekal, Enggano dan lainnya. Bahkan dari sekian banyak bahasa daerah di Bengkulu, Bahasa Rejang masuk dalam 13 bahasa daerah dari 640 bahasa daerah di Indonesia dengan penutur terbanyak dengan jumlah penutur diatas 1 juta orang.

\"Kami merasa UU Bahasa Daerah ini penting, karena dari 640 bahasa di Indonesia yang tercatat oleh Unesco tahun 2001, 139 bahasa terancam punah dan 15 bahasa sudah mati,\" ungkapnya. Sementara itu, Anggota Tim Ahli Komite III DPD RI, Prof Dr Multamia Retno Mayekti Tawangsih Lauder SS  Mse DEA berujar, dari 640 bahasa daerah yang ada di Indonesia tersebut, hanya 13 bahasa daerah yang penuturnya diatas 1 juta orang.

Mia mengatakan 15 bahasa yang sudah punah atau sudah mati itu adalah bahasa yang berasal dari Provinsi Maluku Tengah, yakni bahasa Hoti, Hukumina, Hulung, Serua, Te’un, Palumata, Loun, Moksela, Naka’ela, dan Nila. Dua bahasa berasal dari Provinsi Maluku Utara, yakni bahasa Ternateno dan Ibu. Sedangkan dua bahasa lainnya dari Provinsi Papua, yakni bahasa Saponi dan Mapia.

“Saat ini kebanyakan bahasa daerah hanya dituturkan oleh masyarakat dengan usia 50 tahun keatas. Hal ini yang kita antisipasi,” ungkap Mia.

Di Pulau Sumatera sendiri terdapat 49 bahasa dengan jumlah penduduk mencapai 43,310 juta jiwa . Di Pulau Jawa, Madura dan Bali paling sedikit yakni 20 bahasa dari 123,152 juta jiwa penduduk. Sedangkan di Pulau Kalimantan terdapat 83 bahasa dari 11,332 juta jiwa penduduk, dan di Nusa Tenggara ada 73 bahasa dari 7,962 juta jiwa. Di Pulau Sulawesi lebih banyak lagi 114 bahasa dari 14,111 juta jiwa. Sedangkan di Maluku ada 132 bahasa dari 2,549 juta jiwa. Yang menarik di Papua, dari jumlah penduduk yang hanya 2,221 juta jiwa, terdapat 271 bahasa, yang artinya terbanyak di Indonesia.

Dibagian lain, Asisten III Setdaprov, Sudoto mengungkapkan sebelum DPD melakukan inventarisasi bahasa daerah di Bengkulu, sudah ada organisasi lainnya yang membuat kamus bahasa daerah di Bengkulu kedalam bahasa Malaysia. Mereka adalah organisasi masyarakat Bengkulu yang sudah lama berdomisili di Malaysia.

\"Selain meluncurkan kamus, mereka juga membuat buletin bahasa Bengkulu khususnya bahasa Lembak ke bahasa Malaysia,\" kata Sudoto.

Namun demikian, Pemerintah Provinsi Bengkulu tetap mendukung dan mengapresiasi inisiatif Komite III DPD RI tersebut, karena UU bahasa daerah memang dibutuhkan untuk melindungi bahasa daerah agar tidak punah.

\"Jika sudah ada UU-nya, maka pemerintah daerah sendiri bisa bertindak seperti menggelar berbagai kegiatan untuk melestarikan bahasa daerah. Karena anggarannya dipastikan ada, mengingat ini UU yang harus dijalankan. Selama ini pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak, karena dasarnya hukumnya belum ada sehingga anggarannya juga belum ada,\" tutupnya.(400)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: