HONDA BANNER

Saat Dana Cukup untuk Haji Tapi Nafkah Keluarga Masih Kurang, Mana yang Didahulukan?

Saat Dana Cukup untuk Haji Tapi Nafkah Keluarga Masih Kurang, Mana yang Didahulukan?

Mana yang Didahulukan antara Naik Haji atau Menafkahi Keluarga-(foto: kolase/bengkuluekspress.disway.id)-

Dalam karya monumentalnya Al-Hawi al-Kabir fi Fiqhi Mazhab al-Imam asy-Syafi’i, Imam Abul Hasan al-Mawardi (wafat 450 H) memberikan penekanan penting terkait ibadah haji.

Beliau menyatakan bahwa tidak sepantasnya seseorang memaksakan diri berangkat haji apabila ia masih memiliki kewajiban menafkahi keluarga, sementara nafkah yang ditinggalkan untuk mereka tidak mencukupi selama kepergiannya.

BACA JUGA:Amalan Agar Cepat Datang ke Tanah Suci untuk Haji, Ijazah dari Ustaz Adi Hidayat

BACA JUGA:Amalan sebelum Berangkat Haji, Ustaz Adi Hidayat: Sebagai Bekal Paling Penting

Imam al-Mawardi menyandarkan pandangannya ini kepada sabda Rasulullah SAW, yang menegaskan pentingnya memenuhi hak keluarga sebelum menjalankan ibadah lainnya:

"Cukuplah bagi seseorang dianggap berdosa, apabila dia mengabaikan orang makan dan minumnya menjadi tanggungannya," (HR Abu Daud).

Berdasarkan hadits di atas, Imam al-Mawardi menekankan bahwa seseorang yang belum mampu mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak baik dalam hal sandang, pangan, maupun papan lebih utama untuk tidak memaksakan diri menunaikan ibadah haji.

Dalam pandangan beliau, memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawab adalah prioritas utama, bahkan lebih diutamakan daripada melaksanakan haji, jika kondisi belum benar-benar memungkinkan.

Imam al-Mawardi juga menegaskan bahwa Islam tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya.

Oleh karena itu, menjaga kesejahteraan keluarga merupakan bentuk ibadah yang bernilai tinggi, dan dalam kasus tertentu bisa menjadi lebih penting dibandingkan pelaksanaan rukun Islam kelima, apabila kondisi belum mendukung secara menyeluruh.

"Maka tentu sandang pangan dan papan atas keluarga dan memberi nafkah kepada mereka lebih utama daripada haji," terang Imam al-Mawardi.

Sejalan dengan pendapat Imam al-Mawardi, Syekh Sulaiman bin Umar al-Bujairami (wafat 1221 H), salah satu ulama besar dalam mazhab Syafi’i, turut menegaskan bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk menunaikan ibadah haji apabila ia tidak memiliki bekal lebih yang cukup untuk keluarganya selama ditinggal.

"Jika tidak memiliki bekal yang cukup ketika itu (saat hendak berangkat menunaikan ibadah haji), maka ia telah mengabaikan mereka (keluarganya), sehingga tidak boleh baginya untuk pergi tanpa memberikan nafkah yang cukup pada mereka," kata Syekh al-Bujairami.

Di sisi lain, Syekh Sulaiman al-Jamal (w. 1204 H), seorang ulama terkemuka dalam mazhab Syafi’i, secara tegas menyatakan bahwa hukumnya haram bagi seseorang untuk menunaikan ibadah haji apabila ia meninggalkan keluarganya tanpa nafkah yang mencukupi dari awal keberangkatan hingga kepulangannya.

"Dan haram menunaikan ibadah haji bagi orang yang tidak mampu untuk hal itu (memberi nafkah bagi keluarga yang ditinggalkannya)," tegas Syekh al-Jamal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: