KLHK Dinilai Lindungi PLTU Batubara Bengkulu Meski Langgar Aturan Lingkungan

 KLHK Dinilai Lindungi PLTU Batubara Bengkulu Meski Langgar Aturan Lingkungan

Seminar bertajuk "Peran dan Partisipasi Para Pihak dalam Pemantauan dan Pengaduan Ketidakpatuhan Korporasi" yang diadakan oleh Kanopi Hijau Indonesia-(foto: istimewa)-

BENGKULUEKSPRESS.COM - PT Tenaga Listrik Bengkulu, pengelola PLTU Teluk Sepang, mendapat perhatian setelah empat kali dilaporkan warga atas ketidakpatuhan terhadap pengelolaan lingkungan.

Meskipun sudah diberi sanksi administrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PT Tenaga Listrik Bengkulu tetap belum mematuhi aturan pengelolaan limbah.

Hal ini disampaikan oleh Fahmi Arisandi, akademisi Universitas Muhammadiyah Bengkulu, dalam seminar bertajuk "Peran dan Partisipasi Para Pihak dalam Pemantauan dan Pengaduan Ketidakpatuhan Korporasi" yang diadakan oleh Kanopi Hijau Indonesia, Selasa lalu.

Fahmi menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas lingkungan yang sehat dan baik tanpa harus mengajukan pengaduan.

"Warga sudah mengadukan ketidakpatuhan PT Tenaga Listrik Bengkulu empat kali, tetapi perusahaan tetap tidak memperbaiki pengelolaan lingkungannya," ujar Fahmi.

BACA JUGA:Bahaya Listrik Tinggi di PLTU Teluk Sepang: Ada Korban dan Ketidakpatuhan Hukum

Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, memaparkan temuan bahwa PT Tenaga Listrik Bengkulu telah mendapat sanksi dari KLHK sebanyak empat kali, mulai dari April 2020 hingga Juni 2023. Sanksi tersebut meliputi pembuangan limbah air bahang ke laut di Pantai Teluk Sepang tanpa izin dan pembuangan limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) di area Taman Wisata Alam Pantai Panjang-Pulau Baai.

Lovi, seorang tokoh masyarakat Teluk Sepang, mengungkapkan kekhawatirannya tentang dampak buruk limbah tersebut terhadap kesehatan warga. "Masyarakat di sini setiap hari terpapar polusi dari PLTU, terutama abu FABA yang berbahaya. Masa depan anak-anak kami terancam oleh polusi ini," kata Lovi.

Bukan hanya kesehatan, warga Teluk Sepang juga mengalami dampak ekonomi. Riset menunjukkan bahwa sekitar 85 warga harus mengeluarkan biaya kesehatan sebesar Rp36 juta karena kondisi lingkungan yang buruk. Nelayan juga merasakan penurunan hasil tangkapan karena wilayah perairan tempat mereka biasa melaut semakin tercemar, memaksa mereka melaut lebih jauh dengan biaya yang lebih besar.

Di sisi lain, narasumber dari Direktorat Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi KLHK, Eka Prasetyo, menjelaskan bahwa dokumen sanksi administrasi yang diberikan kepada perusahaan merupakan informasi yang dikecualikan. Namun, warga masih mempertanyakan mengapa sanksi yang telah dijatuhkan KLHK tidak mampu menghentikan ketidakpatuhan PT Tenaga Listrik Bengkulu.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: