Hariyanto Suguhkan Kopi Indonesia di London dengan Konsep Angkringan
Hariyanto Radiman tengah melayani sejumlah pembeli kopi pada perhelatan "Pasar Rakyat" perayaan HUT ke-78 Republik Indonesia di Queens Park Community School, London, Inggris. (ANTARA/Ahmad Faishal)-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-
BACA JUGA:Kamu Pilih Teh atau Kopi? Ini Manfaat dan Keunggulan Masing-Masing
Sepanjang siang menuju sore hari itu, Hariyanto yang ditemani salah seorang putrinya, tengah sibuk melayani antrean para penikmat kopi Indonesia yang tak lain adalah warga komunitas Indonesia di London, Kerajaan Inggris.
"Saya sudah berada di London sejak tahun '80-an, mungkin sekitar tahun 1985. Saya sekolah di sini, sempat berjualan makanan Indonesia, kemudian membuka lapak angkringan kopi sejak tiga setengah tahun lalu," buka Hariyanto.
Lahir pada 3 Mei 1963, Hariyanto merintis usaha panjang selama berada di London. Jebolan Fakultas Arkeologi Universitas Indonesia tersebut hijrah ke jantung negara Inggris untuk bersekolah, kemudian menjajakan berbagai makanan khas nusantara seperti ayam Taliwang, ayam panggang, rendang, dan sayur lodeh di pasar lokal wilayah Hammersmith dan Herne Hill Brixton.
"Ternyata saya sadari bahwa sangat melelahkan untuk membongkar pasang lapak makanan. Benar-benar menguras tenaga. Memang duit yang dihasilkan sih enak karena kalau sedang ramai, minimal bisa dapat 700-800 pounds gross per hari," kenangnya.
Pada lain sisi, Hariyanto beranggapan bahwa menjajakan makanan atau minuman dengan konsep semi-lapak atau bahkan non-permanen rupanya lebih rendah modal dan risiko. Dalam dunia usaha, semisal konsep tersebut gagal atau mengalami kebangkrutan, maka pedagang dapat kembali bangkit dengan mudah. Keyakinan itulah yang selalu terpatri di dalam benak Hariyanto.
"Saya hanya tinggal membuka gerobak angkringan dan ketika hendak tutup, cukup mendorong gerobak itu pulang. Saya rasa, konsep angkringan bermodalkan 100 juta rupiah sudah cukup. Tetapi kalau punya toko permanen ketika bangkrut, maka susah untuk bangkit," pendeknya.
Berbekal pengalaman dan pemikiran tersebut, Hariyanto pun memutuskan untuk menghentikan usaha makanan tradisional dan mantap merintis usaha lapak kopi Indonesia berkonsep angkringan. Ia lantas meminta izin kepada dewan kota setempat untuk berjualan kopi di tempat lain dan beroleh akses untuk membuka lapak kopi di depan stasiun Parsons Green Fulham.
Rupanya, usaha tersebut membuahkan hasil jauh lebih manis dari kopi yang biasa ia jajakan. Sejak 3,5 tahun silam, ayah dari dua putri itu bisa meraup hasil penjualan bersih sebesar 600 hingga 700 poundsterling per hari. Kalkulasi keuntungan bisa menghasilkan angka yang berbeda ketika Hariyanto mendapatkan undangan untuk berpartisipasi dalam acara komunitas Indonesia atau gelaran kegiatan sejenis.
"Saya biasa menjual dengan harga 3.50 pounds per gelas. Tetapi kalau ada perayaan komunitas Indonesia atau semacam itu, saya jual dengan harga 3 pounds per gelas. Saya memberikan potongan harga khusus untuk komunitas Indonesia. Hitung-hitung bersedekah dengan sesama orang sendiri," katanya seraya tersenyum.
Semisal dalam satu hari mengikuti kegiatan komunitas Indonesia, Hariyanto mampu menjual sebanyak total 9 kilogram kopi dengan pendapatan kotor sebesar 1260 poundsterling. Dari jumlah tersebut, ia beroleh keuntungan bersih sekitar 600 hingga 700 poundsterling. Racikan kopi latte, cappuccino, americano, dan espresso menjadi senjata andalan Hariyanto.
"Enak sekali karena kerja ringan. Datang langsung buat kopi, nggak perlu persiapan memasak. Kalau makanan butuh waktu dua hari persiapan, belum lagi proses berbelanja. Kalau berjualan di tempat permanen meski dapat 1000 pounds, namun capek sekali. Walau selisih 400 pounds, namun saya lebih suka ini karena nice, nggak pusing. Jadi, it's not too bad that's all, actuallly," paparnya.
Ragam kopi Tanah Air
Sebagai bentuk kecintaan terhadap Tanah Air, Hariyanto menawarkan ragam kopi pilihan istimewa dari Indonesia yaitu kopi Jawa, Luwu Seko, dan Gayo di lapak kopinya. Ketiga jenis kopi tersebut, lanjutnya, merupakan kopi-kopi yang paling sering diekspor dari Indonesia ke pasaran London.
"Dari segi kuantitas, jenis kopi lain masih kurang dikenal di sini. Sedangkan tiga kopi tadi sudah akrab dan dipahami masyarakat lokal di sini. Saya berusaha untuk loyal dengan komunitas Indonesia sehingga saya tidak mau membeli kopi Kolombia, Brasil, atau Ethiopia. Kopi Indonesia adalah pilihan saya," tegasnya dengan sudut mata yang meruncing pertanda kekuatan prinsip.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: