Serukan Penolakan RUU Kesehatan, Jaringan Pengendalian Tembakau Minta Pengesahan di DPR Ditunda

Serukan Penolakan RUU Kesehatan, Jaringan Pengendalian Tembakau Minta Pengesahan di DPR Ditunda

Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau yang turut menolak RUU Kesehatan terkait pengendalian tembakau-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-

BENGKULUEKSPRESS.COM - Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau, menyatakan sikap secara tegas menolak RUU Kesehatan yang sedang dibahas di DPR RI dan mendesak Presiden Jokowi dan DPR menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan atau Omnibus Law sektor Kesehatan. 

Salah satu penolakannya adalah minimnya pelibatan partisipasi publik dalam tahap penyusunan dan pembahasan, berpotensi menghilangkan kewajiban negara dalam perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan publik yang merupakan amanah konstitusi.

Dikatakan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, saat ini RUU Kesehatan telah disetujui sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna ke-16 masa persidangan III tahun sidang 2022-2023 pada 14 Februari 2023. Untuk membahas RUU tersebut bersama pemerintah, Komisi IX DPR telah membentuk Tim Panitia Kerja (Panja) yang terdiri dari 27 orang dari unsur Pimpinan dan Anggota Komisi IX DPR RI.

Dari sisi pemerintah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan substansi RUU Kesehatan. Pemerintah mendorong enam topik utama ke dalam RUU Kesehatan tersebut sesuai dengan pilar transformasi sistem kesehatan Indonesia, yaitu transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM dan teknologi kesehatan.

BACA JUGA:Jangan Panik! Inilah Cara Menghilang dari Pinjol Ilegal

BACA JUGA:Kabar Gembira Buat Pekerja!!! BP Jamsostek Tawarkan Pembiayaan KPR Hingga Rp 500 Juta Tenor kredit 30 Tahun

Di sisi lain, Menkes sering menyatakan bahwa preventif lebih utama daripada kuratif, tanpa upaya preventif Pemerintah tidak akan mampu menyediakan biaya kesehatan.

Kenyataannya, hal ini tidak sejalan dengan RUU Kesehatan yang sedang digarap diparlemen. Pasal-pasal dalam RUU Kesehatan lebih banyak mengemukakan soal kuratif dengan dukungan industri kesehatan, mengutamakan investasi daripada kebutuhan dasar rakyat yang seharusnya menjadi prioritas.

“Kami menolak pengesahan ataupun sertifikasi di dalam undang-undang kesehatan ini. Pemerintah dan juga DPR jangan memaksakan, jangan merusak sistem yang sudah baik dengan undang-undang yang tidak jelas ideologinya, tidak jelas substansinya, dan tidak jelas prosesnya. Proses pembahasan yang berjalan sekarang ini harusnya dihentikan, apalagi dengan adanya upaya-upaya yang menuju penghilangan pasal zat adiktif yang menjadi upaya penghapusan regulasi mengenai produk zat adiktif ini. Ada campur tangan industri dalam hal ini,” kata Tulus Abadi, Jumat (16/6/2023)

Sesuai alur penyusunan perundang-undangan, Kemenkes telah menggelar partisipasi publik pada 13-31 Maret 2023, yang di informasi terdapat 6011 masukkan yang telah di jaring Kemenkes untuk menyempurnakan isi RUU Kesehatan. Dari sini, Kemenkes menyerahkan 3020 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dari pemerintah.

Untuk memastikan RUU Kesehatan ini memberikan perlindungan kepada masyarakat dari produk zat adiktif tembakau, jaringan pengendalian tembakau memberikan masukan melalui DIM versi masyarakat sipil untuk upaya pengendalian tembakau melalui partisipasi publik yang diselenggarakan Kemenkes dan melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dihadapan Ketua Panja RUU Kesehatan, Melkiades Lakalena, dan anggota Panja lainnya.

Namun seiring dengan perkembangan pembahasan yang berjalan saat ini, terindikasi masukan-masukan dari jaringan masyarakat sipil untuk upaya perlindungan masyarakat dari produk zat adiktif tembakau tidak menjadi bagian dari rancangan UU ini. 

Bahkan, pembicaraan Omnibus Kesehatan di tingkat kementerian mengindikasikan bahwa Kementerian Kesehatan sendirilah yang rela meluruhkan pasal-pasal penting untuk perlindungan kesehatan masyarakat yang dianggap menghambat proses pembuatan omnibus yang fokus pada investasi.

Ahmad Fanani mewakili Indonesia Institute for Social Development (IISD) mengatakan, pihaknya menyaksikan proses legislasi RUU Omnibus Kesehatan ini. Menurutnya, di tangan Menteri Budi Gunadi Sadikin (BGS), aspirasi-aspirasi kesehatan seperti yatim piatu, terabaikan, terlantar di rumah sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: