JAKARTA, BE - Meskipun menuai penolakan dari berbagai pihak, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo bersikukuh uji publik bakal calon kepala daerah dalam tahapan Pilkada harus ada. Menurutnya pasal yang mengatur uji publik dalam undang-undang Pilkada tidak seharusnya dihapus.\"Saya kira uji publik bagi bakal calon kepala daerah itu harus tetap ada,\" ungkap Tjahjo Kumolo, kepada awak media di Jakarta, Senin (26/1). Dia mengatakan segera melakukan pengkajian UU Pilkada yang akan direvisi terbatas oleh DPR RI. Dia berharap pengkajian tersebut dapat mendorong penyempurnaan regulasi Pilkada langsung. \"Kalau sekarang kami belum mengkajinya,\" tambah mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan tersebut.Mendagri tidak ingin gegabah dalam memberikan masukan revisi UU Pilkada. Pihaknya akan melakukan pembahasan internal Kemendagri dengan pejabat eselon I dan II terkait yang membidangi otonomi daerah. \"Kami akan coba inventarisir dulu semua masalah (Dalam UU Pilkada,red). Kita berharap ada berbagai perbaikan,\" tandasnya.
Mendagri juga menyatakan pihaknya hingga saat ini masih terus menginventarisir masukan-masukan dari DPR dan DPD, guna merumuskan usulan perbaikan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, yang telah disetujui oleh DPR menjadi UU.
\"Kemdagri mau ngumpulin Eselon I dan II yang khusus otonomi daerah. Jadi kita mengkaji beberapa hal dari Perppu yang memang memungkinkan dan masih perlu untuk diperbaiki. Karena batas waktunya 17 Februari,\" ujarnya, Senin (26/1).
Menurut Tjahjo, inventarisir sangat dibutuhkan, mengingat sejumlah masukan sebelumnya telah disampaikan DPR. Antara lain terkait pemikiran sejumlah daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir di 2016, ikut melaksanakan pilkada serentak 2015.
\"DPR menginisiasi beberapa pilkada yang sampai 2016 apakah memungkinkan ditarik untuk 2015. Kalau digabung 2018 kan terlalu lama. Ini yang akan kami tanyakan kepada KPU. Makanya kami mau menginventarisasi masalah baik pandangan Komite I DPD maupun komisi II. Apa saja yang ingin diubah,\" katanya.
Selain mengumpulkan Eselon I dan II, Kemdagri kata Tjahjo, nantinya juga akan terlebih dahulu meminta masukan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena sebagai penyelenggara, sikap dan kesiapan KPU perlu diketahui sebelum pemerintah menyusun rancangan perbaikan.
\"Soal uji publik juga, masih kita rumuskan perbaikannya. Pengertian uji publik, jangan sampai calon kepala daerah enggak mengetahui kondisi geografis dan permasalahan di daerah. Walaupun tidak ada spesifikasi calon harus putra daerah. Tapi kan masa orang yang tidak paham daerah mau menjadi calon kepala daerah,” katanya.
Tjahjo berharap rancangan perbaikan dalam waktu dekat sudah dapat dirumuskan, sehingga pelaksanaan pilkada langsung yang direncanakan berlangsung 16 Desember mendatang, dapat terlaksana dengan baik.
Anggota Dewan Ramai-ramai Nyalon Bupati Sebanyak 11 dari 45 anggota DPRD Provinsi Bengkulu akan bertarung memperebutkan kursi bupati disejumlah kabupaten di Provinsi Bengkulu pada Pilkada tahun ini. Sejumlah anggota dewan yang dipastikan maju nyalon bupati itu adalah Mujiono SIP dan Ir Muharamin mencalonkan diri sebagai bupati Mukomuko. Sejauh ini Mujiono pun sudah mendaftarkan diri melalui partai yang mengantarkannya duduk di DPRD Provinsi Bengkulu, PDIP. Sedangkan jumlah anggota dewan yang terbanyak mencalonkan diri sebagai bupati terdapat di Seluma. Setidaknya ada 4 pimpinan dan anggota dewan mengincar BD 1 P ini, seperti Sri Rezeki SH, Tantawi Dali SSos, Wakil Ketua I H Edison Simbolon SSos MSi dan Wakil Ketua II Suharto SE MBA. Di Rejang Lebong juga terdapat 2 anggota dewan provinsi yang sudah mendaftarkan diri, mereka adalah Arsop Dewana SE melalui Partai Hanura dan Herizal Apriansyah SSos melalui PKS. Tidak hanya itu, anggota dewan lainnya Helmi Paman SSos juga muncul sebagai bakal calon bupati Bengkulu Selatan. \"Sekarang ini baru mengikuti tahapan mendaftar sebagai bakal calon, dan belum dapat dipastikan apakah lolos menjadi calon atau tidak,\" kata salah seorang anggota dewan yang juga maju di Rejang Lebong, Herizal Apriansyah kepada BE, kemarin. Menurutnya, majunya sejumlah anggota dewan tersebut bukan karena ingin mengejar jabatan yang lebih tinggi, namun ingin membangun dan memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Sebab, jika menjadi anggota dewan memiliki keterbatasan, karena hanya memiliki 3 fungsi, yakni pengawasan, penganggaran dan legislasi. Sedangkan fungsi sebagai pelaksana pembangunan tidak ada sehingga kiprah anggota DPRD dalam pembangunan tidak terlihat secara nyata. \"DPRD ini bukan pelaksana atau eksekuotor, sehingga pergerakannya masih terbatas. Sedangkan bupati atau kepala daerah adalah pelaksana pembangunan sehingga bisa langsung membangun sesuai dengan aspirasi masyarakat,\" ujarnya. Alasan lainya, karena diberikan kesempatan oleh undang-undangan, seperti anggota dewan yang ingin mencalonkan diri sebagai putra daerah tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPRD. \"Ini peluang, karena tidak harus mundur dulu kemudian baru mencalon. Selain itu, posisi masing-masing calon kepala daerah nanti adalah sama, yakni sama-sama pemula. Hal ini dikarenakan tidak lagi calon incumbent. Jika pun hanya incumbent dari wakil bupati. Ketika calon sama-sama pemula, artinya peluang untuk memang itu sama,\" ungkapnya. Sementara itu, calon lainnya Arsop Dewan mengutarakan bahwa majunya sejumlah anggota dewan tersebut sebagian besar dilatarbelangi merasa terpanggil untuk berbuat terhadap daerah. Karena sebagian besar anggota dewan yang mencalonkan diri rata-rata sudah 2 periode menjadi anggota DPRD kabupaten, sehingga tahu persis persoalan dan cara mengatasinya. \"Ketika kita sudah mengetahui persoalan, kita pun memiliki solusinya. Solusi ini belum bisa diterapkan sebelum kita menjadi bupati, karena itu banyak anggota dewan yang bertekad mencalonkan diri,\" ujarnya. Dibagian lain, Pengamat Politik Universitas Bengkulu Drs Azhar Marwan MSi menyatakan, semestinya politisi tetap menduduki jabatan politik di legislatif dan tidak perlu menduduki jabatan politik di eksekutif. Namun fenomena saat ini membuktikan bahwa jabatan politik di eksekutif sangat menjanjikan sehingga banyak politisi yang tergiur. \"Sebenarnya para kader partai lebih baik fokus sebagai pengawas atau penyimbang pemerintahan, tidak perlu masuk kedalamnya. Jika seperti ini kondisinya, maka sulit membedakan mana kepentingan partai dan mana kepentingan pemerintah dan masyarakat,\" ungkapnya. Selain itu, dengan terbuka peluang bagi anggota DPRD untuk mencalonkan diri. Baginya merupkan diskriminasi terhadap PNS. Karena PNS harus mengundurkan diri, sedangkan anggota DPRD tidak diwajibkan mundur, melainkan hanya cuti saja dari jabatannnya. \"Penterjemahan kepala daerah itu adalah jabatan politis diartikulasikan oleh kader partai menjadi ruang bagi para politisi. Disamping itu, aturan berhenti itu hanya berlaku bagi PNS, membuat teman-teman legislatif berani mencoba adu nasib. Kalau aturan ini diberlakukan juga bagi legislatif, mungkin banyak yang berpikir dua kali , karena mencari suara untuk lolos ke legislatif saja memperlukan perjuangan yang berat,\" tandasnya.PKS Tak Calonkan Kader Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DPW PKS) Provinsi Bengkulu telah memutuskan bahwa tidak akan mencalonkan kader pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) tahun ini. Hal tersebut dikarenakan PKS hanya memiliki 3 kursi di DPRD Provinsi Bengkulu, sehingga membutuhkan 6 kursi lagi jika ingin mengusung calon sendiri.
\"Kami memakai 2 kitab, percaya diri dan tahu diri. Nah, untuk kondisi saat ini kami tahu diri dengan memiliki 3 kursi, sehingga tidak memungkinkan untuk mengusung calon gubernur sendiri,\" kata Sekretaris DPW PKS, Sujono SP MSi kepada BE, kemarin.
Menurutnya, jika memungkinkan maka pihaknya akan mengusung kader sebagai wakil gubernur. Namun dalam Undang-undang Pilkada yang masih dibahas saat ini menyatakan bahwa yang dicalonkan hanya gubernur, sedangkan wakilnya akan dipilih langsung oleh gubernur terpilih.
\"Kalau aturannya memboleh ada wakil, maka kita akan mengusung saah satu kader terbaik untuk posisi wakil gubernur. Karena tidak boleh, maka kita urungkan semuanya,\" ujarnya.
Namun demikian, ia mengaku PKS akan tetap mendukung calon gubernur pada Pilgub mendatang dan tetap berupaya agar berkoalisi dengan partai lain yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) seperti saat Pilres 2014 lalu.
\"Kita prioritaskan berkoalisi dengan partai yang di dalam KMP, seperti Gerindra, Golkar, dan partai lainnya. Namun tidak juga menutup kemungkinan berkoalisi dengan partai diluar itu, seperti Demokrat serta partai KIH lainnya,\" terangnya.
Ditanya mengenai pendaftaran bakal calon gubernur, Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu ini mengaku pihaknya tidak membuka pendaftaran. Namun sejauh ini sedikitnya sudah ada 8 kandidat yang telah menjalin komunikasi bahwa sudah menyerahkan visi dan misinya. Ketujuh kandidat itu adalah Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah, Wakil Gubernur Sultan B Najamudin, Bupati Musirawas Ridwan Mukti, Bupati BU Imron Rosyadi, Bupati Kepahiang Bando Amin C Kader, Bupati RL Suherman dan Mantan Sekprov Bengkulu, Asnawi A Lamat.
Dari sejumlah nama tersebut belum diputuskan mana yang akan diusungnya, karena PKS masih menunggu partai mana yang akan berkoalisi dengannya.
\"Kita belum bisa menentukan siapa yang akan diusung, itu tergantung pembicaraan dengan partai koalisi nanti. Sedangkan sejauh ini belum ada kejelasan mengenai arah koalisi,\" tutupnya.(400)