Di Balik Rumah Kandang Sapi Bripda Taufik Hidayat di Yogyakarta

Selasa 20-01-2015,10:40 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Ada suara Aneh Mandi Tengah Malam Inilah kisah menarik sebuah kandang sapi di Yogyakarta. Karena, kandang sapi itu membawa berkah buat penghuninya, Bripda Triyanto, 50 tahun warga Dusun Jongke Tengah, Desa Sendangadi, Yogyakarta. Kenapa bisa begitu? Berikut laporan tim wartawan Radar Pena (media group WSM) dari Yogyakarta, Senin (19/1). *** Di dusun Jongke Tengah itu ada lahan seluas sekitar 1 ha yang dijadikan areal khusus kandang sapi. Tidak kurang dari 37 kandang sapi tersedia di lahan tersebut sejak tahun 2004. ‘’Tempat ini dulu saya pakai memelihara sapi selama tujuh tahun,’’ kata Triyanto kepada tim Radar Pena. Tetapi sapi yang dipelihara itu, kata Triyanto, bukanlah sapi miliknya, melainkan sapi gaduhan (memelihara sapi orang dengan ketentuan bagi hasil). Waktu itu Triyanto memelihara dua ekor sapi. Belakangan ternak sapi itu dihentikan karena terlalu berat untuk mencari rumput buat makanannya. ‘’Meski begitu kandang-kandang di sini masih dipakai untuk ternak sapi,’’ lanjutnya. Kandang-kandang sapi itu berukuran hampir sama yaitu antara 3 X 5 meter. Tiang kandang terbuat dari bambu setinggi 2 meter dan atapnya dari genting tanah. Lokasi masuk ke kandang ini sekitar 150 meter dari jalan utama di dusun Jongke. Tidak ada warga lain yang tinggal di dalam kandang. ‘’Ya hanya saya sekeluarga yang tinggal di dalam kandang,’’ kenang Triyanto. Menurut Triyanto, memang ada warga yang tinggal di area perkandangan tersebut tetapi dia mempunyai rumah terpisah dengan kandang. Dengan demikian, kalau ada orang masuk ke lokasi itu terkesan seperti tempat tak berpenghuni. Ada jalan masuk untuk ukuran mobil yang masih berupa jalan tanah. Kanan-kiri jalan di kandang itu dipenuhi tumbuhan pohon pohonan seperti jarak, pisang, papaya dan akasia. Suasana di areal itu sepi tetapi begitu ada yang masuk areal kandang disambut gonggongan anjing dan anjing itu segera menyingkir setelah diusir. Suasana tenang dan sejuk. Dan yang terlihat hanya sapi-sapi yang makan rumput di dalam kandang. Tercium bau tak sedap dari kotoran sapi yang ditumpuk di sebelah kandang. Bangunan kandang itu berada di atas tanah yang berkapling-kapling. Di tanah kapling kedua dan di ujung kiri ada kandang yang sudah tidak ada sapinya. Di sinilah Triyanto dan keempat anaknya tinggal. ‘’Kandang sapi ini saya ubah sedikit-sedikit untuk tempat keluarga saya,’’ kata Triyanto. Sebenarnya, kata Triyanto, dirinya pernah punya rumah di dusun Jongke Tengah. Tetapi karena cerai dengan istrinya maka rumah itu dijual dan uangnya dibagi dua dengan mantan istrinya. Sedang uang bagian Triyanto dibelikan mobil bak terbuka merk Mitsubishi dan mobil itu kini dalam keadaan rusak. Atas dasar itulah Triyanto dan keempat anaknya terpaksa harus tinggal di kandang sapi tersebut. Keempat anak Triyanto itu adalah Muhammad Taufik Hidayat, Latifah Nur Hidayati, Muhammad Hafiz Hidayat, dan Muhammad Agus Prasetyo. Sedang ibu dari keempat anaknya yang dicerai dan sekarang tinggal di Bogor. ‘’Ya inilah tempat tinggal saya,’’ lanjut Triyanto yang sehari-harinya sebagai buruh srabutan yang penghasilannya tidak bisa dipastikan. ‘’Kalau ikut kerja sebagai buruh di bangunan bayarannya sekitar Rp 40.000,-‘’ ujarnya. Dengan penghasilan seperti itu, Triyanto hidup dalam keadaan pas-pasan. Atas dasar itulah, ia terpaksa tinggal di kandang sapi. Pelan-pelan, tiang-tiang kandang sapi itu diganti dari bambu ke kayu dan ditinggikan sedikit. Setengah dari dinding kandang sapi itu juga sudah dipasang batako dan dipasang pintu tetapi belum ada daun pintu . Sementara itu, setengah kandang lainnya hanya ditutupi dengan kain-kain bekas yang sudah lusuh. Di dalam “rumah” Triyanto itu dua tempat tidur kecil ukuran 60 cm X 180 cm. Di antara dua tempat tidur itu ada tumpukan kasur yang sudah lusuh. Kemudian ada almari kayu kecil, kardus-kardus ini buku, isi mie dan makanan-makanan kecil. Di tengah-tengah rumah ada ada bambu-bambu melintang yang berguna untuk gantungan baju dan penyekat rumah ruangan yang berdinding batako dan yang tidak. Ada baju dinas Bripda Taufik tergantung di situ. Bagaimana rumah sesempit itu bisa untuk tidur lima orang? Satu tempat kecil dipakai untuk Latifah Nur Hidayati (16 tahun), satu tempat tidur kecil lainnya untuk Muhammad Hafiz Hidayat (10) dan Muhammad Agus Prasetya (8). Sedang Muhammad Taufik Hidayat yang kini jadi anggota Polda DI Yogyakarta kalau di rumah tidur di tumpukkan kasur yang di tengah. ‘’Saya tidur di luar (maksudnya emperan) kalau tidak hujan. Saya mengalah yang penting untuk anak-anak,’’ katanya. Di bagian pojok samping kanan ada sumur yang dalamnya sekitar 10 meter. Air sumur itu dipakai untuk memasak dan cuci pakaian. Jadi, tidak ada kamar mandi atau wc. Bagaimana kalau mau buang air besar? ‘’Ya lari ke sungai Pak, jaraknya sekitar 500 meter dari rumah,’’ kata Triyanto sedih. Meski demikian, “rumah” Triyanto ini sudah mendapat aliran listrik, tetapi hanya terpasang lampu kecil 5 atau 10 watt dan cuma nyalur dari pos penjagaan. Satu-satunya hiburan hanyalah radio usang yang biasa dipakai untuk mendengarkan siaran wayang kulit. Bagaimana kalau mau nonton TV. ‘’Ya tidak pernah nonton Pak,’’ lanjut Triyanto. Dalam keadaan demikian, Kenapa “rumah” Triyanto ini tiba-tiba menjadi terkenal? Triyanto sendiri mengaku tidak tahu. Yang ia tahu bahwa anaknya, Muhammad Taufik Hidayat selama tujuh bulan sekolah polisi di Bantul. Dan, Desember lalu Triyanto diundang untuk menghadiri wisuda anaknya jadi anggota dengan pangkat Brigadir Polisi Dua. ‘’Rasanya bangga sekali Pak, anak saya bisa jadi polisi,’’ ujar Triyanto sambil menitikkan air mata. Setelah itu, Triyanto mendengar kalau ada petugas intel yang membuntuti anaknya sampai ke rumah. Sebagai orang, Triyanto terkejut dan takut kalau anaknya ada masalah dengan dinasnya. ‘’Alhamdullilah, ternyata tidak. Petugas itu kemari karena hanya ingin tahu kenapa anak saya kok sering terlambat untuk ikut acara apel,’’ kata Triyanto senang. Dari sinilah diketahui bahwa Taufik sering terlambat ke kantor karena tidak punya kendaraan dan harus jalan kaki dari rumah ke kantor sejauh 7 km. Selain itu, juga diketahui bahwa Taufik tinggal di kandang sapi. Kenyataan ini menjadi pembicaraan yang ramai dari mulut ke mulut kemudian tercium oleh media. Dan mulailah rumah kandang sapi itu ramai dikunjungi berbagai media. Selanjutnya, Muhammad Taufik Hidayat menerima berkah, yaitu diberi fasilitas tinggal di asrama kepolisian. Dengan demikian, Muhammad Taufik Hidayat tidak ada terlambat untuk menjalankan tugasnya. Bahkan, berkah ini juga diterima oleh Triyanto yang pekan kemarin diberi fasilitas Pemkab Sleman untuk tinggal di rusun secara gratis selama satu tahun. ‘’Ya inilah Pak, besar berkah dari sini (maksudnya rumah kandang sapi),’’ kata Triyanto. Menurut Triyanto, memang di rumah kandang sapi itu ada penunggunya. Apakah soal penunggu itu ada kaitannya dengan misteri berkah kandang sapi. ‘’Boleh percaya boleh tidak, tapi ya begitulah,’’ katanya. Karena ada suara orang mandi malam-malam setelah dicek tidak ada. Triyanto mengaku senang tinggal di rusun karena ada kamar mandi, ada wc di rumah, ada fasilitas dapur untuk masak, dan listrik. Meski begitu, Triyanto juga merasa berat untuk meninggalkan kandang sapinya. ‘’Nanti kalau saya sekeluarga sudah benar-benar pindah ke rusun, tempat ini akan saya jadikan kandang lagi, entah untuk kandang sapi atau kandang kambing,’’ katanya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait