JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pemerintah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) diagendakan akan bertemu besok (15/4). Pertemuan tersebut akan membahas mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden yang belum selesai sejak polemik Qanun Nomor 3 Tahun 2013.
Hal tersebut dinyatakan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otoda) Djohermansyah Djohan saat dihubungi Jawa Pos kemarin (13/4). \"Direncanakan tanggal 15 atau 16 April. Itu masih dibahas lagi,\" kata dia.
Djohan mengatakan bahwa pihaknya akan membawa isu mengenai bendera daerah NAD yang dinilai telah menyalahi perjanjian Helsinki. \"Ada dua Rancangan PP dan satu Rancangan Keppres yang akan dibahas, kemudian juga kami mau menanyakan perkembangan lambang bendera apakah ada perubahan,\" ujar Djohan.
Selain itu, persoalan lain yang alan dibahas adalah soal bagi hasil sumber daya alam antara Pemerintah NAD dengan pemerintah pusat serta batas kewenangan wilayah teritorial laut. \"Persoalan batas itu di Undang-Undang (Nomor 32 Tahun 2004) tidak memungkinkan lebih dari 12 mil, tetapi mereka minta lebih. MoU Helsinki juga menyebutkan kalau laut teritorial itu di sekitar Aceh, berarti ya 12 mil,\" umbar Djohan.
Sebagai informasi bahwa di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) Pasal 18 Ayat 4 disebutkan, wilayah kewenangan pengelolaan laut oleh daerah yaitu 12 mil laut untuk provinsi dan sepertiganya atau 4 mil untuk kabupaten/kota.
Terkait pembahasan lambang dan bendera daerah, Pemerintah meminta. Pemerintah NAD mengubah simbol tersebut sehingga tidak menyerupai simbol gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang telah bubar.
Dalam Qanun tersebut Pemerintah NAD ingin menggunakan simbol bulan, bintang, dan garis hitam dengan warna dasar merah pada bendera daerah, yang menyerupai bendera GAM. \"Kalau, misalnya, garis hitam dihilangkan tidak masalah karena sudah tidak seperti bendera GAM,\" kata Kabiro Hukum Kemendagri Zudan Arief Fakrulloh.
Zudan menambahkan bahwa penggunaan simbol pada bendera daerah NAD telah menuai kritikan tajam dari Pemerintah pusat ketika Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013. Melawan Qanun tersebut, pemerintah pusat telah mengeluarkan pernyataan tegas bahwa Qanun yang mengatur bendera daerah NAD dan sejumlah kebijakan daerah lainnya, telah melanggar kesepakatan Helsinki.
Hingga kini proses perundingan masih berlangsung, bahkan kedua belah pihak sepakat untuk memperpanjang masa pembahasan tersebut karena belum ditemukan kesepakatan terkait penggunaan simbol bendera daerah. (dod)