W. Djoyonegoro: Mengajar dengan kekerasan itu kuno

Jumat 22-03-2013,14:37 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, BE - Pola pendidikan dengan sistem kemiliteran sudah tidak bisa diterapkan dizaman modern ini. Bahkan dalam ilmu Pedagogik sudah tidak dianjurkan lagi mengajar dengan kekerasan. Ditambah lagi, terbitnya undang-undang tahun 2004 tentang hak anak. Undang-undang ini melindungi kekerasan terhadap anak.

Ketua Dewan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pusat, Prof Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, juga selaku Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan,\'\'Mengajar dengan kekerasan itu sudah kuno dan sudah harus ditinggalkan.\'\' Menurutnya Guru Indonesia insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Guru Indonesia pun bertanggung jawab mengantarkan siswanya mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua aspek kehidupan. Untuk itu, peranan guru semakin penting dalam era globalisasi danmeninggalkan cara-cara lama dalam sistem pembelajaran.

Mantan mentri pendidikan nasional diera orde baru ini menyebutkan permasalahan kekerasan ini hampir terjadi diseluruh Indonesia. Sudah ribuan kasus kekersan terhadap siswa yang ditangani oleh Kepolisian sebagai penegak hukum.

\'\'Kita sangat menyayangkan kasus kekerasan ini sebagian besar diadukan oleh orang tua ke pihak berwajib. Pengaduan ini lalu diproses kepolisian secara hukum higga ke pengadilan, akibatnya banyak guru yang tersandung hukum,\'\' katanya.

Keluarnya Undang-Undang  No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen telah memberikan pengakuan formal terhadap guru di Indonesia.

UU ini menyatakan guru sebagai jabatan profesi yang ditandai oleh perbaikan kesejahteraan, perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan hak atas kekayaan intelektual bagi mereka. \'\'Guru menjadi profesi yang dilindungi oleh undang-undang.

Artinya dalam menjalankan tugasnya baik keselamatan dan guru dilindungi oleh undang-undang. Dari hal ini, PGRI membuat kode etik sebagai pedoman guru dalam menjalankan tugasnya.

PGRI pun sudah membentuk dewan kehormatan guru yang tugasnya menangani kasus-kasus  kekerasan yang melibatkan guru tersebut.

Dewan kehormatan PGRI ini bertugas meneliti dan menyelesaikan masalah guru. Setelah itu, dewan kehormatan ini dapat memberikan saran atas kasus yang dihadapinya. Bahkan dewan kehormatan dapat memberikan saran pemecatan bagi guru yang dinilai, sudah melanggar kode etik guru.

Kode etik yang dimaksud adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru se- Indonesia sebagai pedoman  sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.

Kode etik ini juga berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru, dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi dan pemerintah.

Untuk itu seluruh masyarakat diharapkan mengerti peran dewan pendidikan ini. Jadi mohon semua yang berkaitan guru harap dilaporkan terlebih dahulu dengan Dewan Kehormatan.

\"Guru adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan. Kalau ada permasalahan yang menyangkut tentang guru, silahkan adukan ke Dewan Kehormatan Indonesia yang sudah kita bentuk ini,\" anjurnya.

Sementara itu, Ketua PGRI Provinsi Bengkulu, Prof Sudarwan Danim MPd mengatakan kasus kekerasan guru tidak langsung dapat dilaporkan dengan pihak ke pihak kepolisan. Tetapi ada wadah lain yang dapat bertugas hampir sama dengan pihak kepolisian. Untuk itu, PGRI juga telah mendatangani MOU antara kepolisian RI tentang mekanisme penanganan perkara dan pengaman terhadap profesi guru.

Dengan adanya kerjasama ini maka kepolisian dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tidak meninggalkan segara peraturan dan perundang-undangan membantu mencarikan solusi atau pemecahan permasalahan guru dalam rangka melindungi profesi guru. (128)

Tags :
Kategori :

Terkait