BENGKULUEKSPRESS.COM - Kecenderungan seseorang untuk mencari petunjuk langit sehubungan dengan persoalan yang sedang dialami merupakan sesuatu yang fitri dalam diri, apa pun ras dan agamanya. Hanya saja setiap agama memiliki cara yang berbeda dalam menempuhnya.
Kenyataan ini menguatkan teori yang mengatakan bahwa kesadaran bertuhan dan beragama adalah fitrah yang inheren dalam diri setiap manusia. Ini artinya bahwa ateisme bukanlah keyakinan yang menghunjam jauh di relung hati penganutnya dan tidak mungkin menjadi keyakinan. Melainkan sekadar upaya pengingkaran terhadap fitrah bertuhan dan beragama itu.
BACA JUGA:Link Dana Kaget Hari Ini 18 Agustus 2023: Buruan Klaim Saldo Dana Rp95.000 Sebelum Kehabisan
Di zaman pra-Islam, tradisi azlām yang berkembang di kalangan masyarakat Arab jahiliah adalah satu bentuk pencarian petunjuk langit tersebut. Tetapi kemudian Islam datang dengan monoteisme (akidah tauhid) yang menggempur politeisme (akidah syirk) dengan segala manifestasi dan tradisi yang berkembang di sekitarnya, termasuk tradisi azlām. Sebagai penggantinya, Islam menawarkan suatu media untuk memohon petunjuk kepada Allah, yaitu istikhārah. Dan berikut ini uraian tentang azlam dan istikharah.
Mengunduh Isyarat Langit dengan Azlām
Kata azlām (أزلام) dalam Bahasa Arab adalah bentuk jamak (plural) dari kata zalam (زلم). Dalam Al-Mu’jam al-Wasīț dikatakan bahwa zalam adalah sebuah batang dari kayu berbentuk anak panah yang digunakan sebagai media untuk bertanya tentang suatu hajat kepada tuhan mereka, misalnya hendak bepergian, meminang perempuan, menikah, menggelar hajatan dan sebagainya.
BACA JUGA:PENTING! Ustadz Adi Hidayat Berpesan Lakukan 5 Amalan Khusus Hari Jumat
Ada tiga zalam yang disediakan, salah satunya bertuliskan أمرني ربي yang berarti “tuhan menyuruhku”, yang kedua bertuliskan نهاني ربي yang artinya “tuhan melarangku” dan yang ketiga kosong. Kumpulan dari ketiga zalam itu disebut azlam. Bila seseorang punya hajat tertentu dia datang ke berhala, lalu memasukkan azlam ke tempat yang tersedia sembari komat-kamit membaca mantra dan menyebutkan hajatnya, setelah itu barulah dia ambil salah satunya secara acak. Tulisan apa pun yang keluar dalam pengundian tersebut itulah yang diyakini sebagai jawaban tuhan atas pertanyaannya. Jika yang keluar, misalnya, أمرني ربي maka dia lanjutkan rencananya dengan dalih bahwa tuhan merestuinya. Sebaliknya, jika yang keluar adalah نهاني ربي, maka dia urung melaksanakannya karena tuhannya tidak merestuinya. Tetapi jika yang keluar kosong maka diulanginya lagi ritual tersebut. (Al-Marāghī, Ahmad Musțafā, Tafsīr Al-Marāghī, tp., tt., VI/51).
Proses pengundian seperti ini dalam Al-Qur’an disebut istiqsām bi al-azlām. Dalam QS Al-Maidah: 3 ketika menguraikan perkara-perkara yang diharamkan Allah berfirman:
.... وأن تستقسموا بالأزلام، ذلكم فسق
Artinya: … dan (diharamkan pula) mencari tahu dengan azlam. Itu adalah satu kefasikan (fisq).
BACA JUGA:100% Gampang Top-up e-Money di Aplikasi OVO
Ungkapan “itu adalah satu kefasikan” memberi kesan tentang alasan hukum (illah) bagi diharamkannya pengundian dengan azlam itu. Kata fisq dalam bahasa Arab berarti keluar dari ketaatan kepada Allah. Jadi, tradisi azlam diharamkan karena merupakan manifestasi dari pembangkangan terhadap larangan Allah.
Pada ayat lain surat yang sama Allah berfirman:
يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان، فاجتنبوه لعلكم تفلحون