Ichwan Yunus Meninggalkan Kampung Halaman (Bagian 4)

Sabtu 02-03-2013,09:59 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

From Zero To The Best Kegagalan naik kelas bagi Ichwan benar-benar dijadikan cambuk sebagai pemicu ia berlari, dan berlari. Ichwan yang duduk di bangku kelas satu selama setahun yang lalu, berbeda dengan Ichwan yang duduk di kelas satu sekarang. Setiap ada kelas ia selalu menonjol karena kemampuannya di atas rata-rata, begitu pula jika ada ulangan, baik harian maupun semester ia selalu the best. Keadaan ini membuat hubungan Ichwan dengan guru-gurunya semakin dekat, dan bahkan dalam hal-hal tertentu menjadikannya sebagai mitra. Tidak terasa waktu berlalu, Ichwan akhirnya menyelesaikan kelas I-nya dengan gemilang. Spontan mungkin orang akan beranggapan dan mengatakan wajar saja Ichwan paling menonjol di kelasnya, karena ia mengulan kelas, setia mata pelajaran sudah pernah dipelajarinya. Ichwan tidak membantah anggapan ini, mungkin ada benarnya juga. Akan tetapi anggapan itu segera sirna ketika Ichwan tetap mampu mempertahankan, bahkan meningkatkan prestasinya di kelas II dan III sampai ujian akhir, hanya tujuh siswa yang dinyatakan lulus, dan Ichwan tetap the best. Selama empat tahun di Bengkulu, seiring dengan bertambahnya usia, pengalaman dan ilmu pengetahuan turut andil dalam pembentukan karakter Ichwan. Perubahan drastis terjadi ketika ia sempat tinggal kelas seperti sudah dipaparkan di atas. Dari kehilangan semangat belajar berbalik menjadi kehausan ilmu pengetahuan. Walaupun baru menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMEP), untuk ukuran masyarakat desa pada saat itu sudah dikategorikan sebagai kaum terpelajar.  Ia menduduki kelas tersendiri di tengah-tengah masyarakat, karena sedikit sekali masyarakat yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan sampai tingkat tersebut. Taraf pendidikan anak-anak usia sekolah di pedesaan daerah Bengkulu ketika itu masih sangat rendah, rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar. Jadi andaikan Ichwan tetap bertahan di Bengkulu dan tidak melanjutkan sekolah lagi, sudah bisa dipastikan tidak akan kesulitan untuk mencari pekerjaan.  Apalagi kalau cuma menjadi tenaga honorer atau PNS sekali pun. Namun ia merasa ilmu yang dimilikinya sama sekali belum cukup untuk meraih masa depan yang lebih cerah. Bermodalkan keyakinan dan rasa percaya diri yang tinggi, tanpa pikir panjang Ichwan memutuskan untuk melanjutkan studinya ke jenjang lebih tinggi. Tidak ada pilihan lain ketika itu,sebagai kelanjutan Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP)-kecuali  Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA).  Di Bengkulu sendiri ketika itu belum terdapat sekolah ini, maka siapa saja yang ingin melanjutkan studinya haruslah ke daerah lain. Di Sumatera ketika itu SMEA hanya terdapat di Palembang Sumatera Selatan, Padang Sumatera Barat dan Medan Sumatera Utara. Daerah yang paling memungkinkan untuk dijangkau, karena akses transportasinya relatif lancar- walaupun masih sangat sulit- adalah Palembang Sumatara Selatan. Kebetulan di Prabumulih, sebuah daerah dalam wilayah Sumatera Selatan, tidak jauh dengan Palembang, ada keluarga dekat Ichwan bernama Hanifah yang sudah lama menetap disana.  Hanifah mengikuti suami yang bertugas di sana. Hubungan nasab Ichwan dengan Hanifah ini masih tergolong dekat, yakni bibik (saudara perernpuan Ibu), sama dekatnya dengan keluarga Nurbaini tempat Ichwan tinggal di Bengkulu. Rumah hanifah inilah yang dituju Ichwan ketika pertama kali meninggalkan Bengkulu.(bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait