Jejak Tionghoa Masuk Bengkulu

Jejak Tionghoa Masuk Bengkulu

PERADABAN Tionghoa di Bengkulu cukup membawa pengaruh terutama di sektor perdagangan yang terpusat di kawasan Benteng Malborough tepatnya di Kampung Cina. Ini dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan benda yang identik dengan bangsa Tionghoa yakni keramik yang berbentuk guci lengkap dengan ukiran khas Tionghoa, dan ratusan uang koin yang diduga sebagai nilai tukar barang dalam perdagangan pada tempo dulu.

\"Memang ada temuan di daerah Pondok Kelapa seperti koin Cina yang ditemukan di dalam guci, diperkirakan itu digunakan pada abad ke-10. Gak tahu berapa banyak, tapi dulu saya mengambil sekitar 15 buah dan sisanya dikembalikan lagi, paling tidak untuk koleksi kita dipajang di Museum,\" kata Kepala Seksi Koleksi Konservasi dan Preparasi Museum Provinsi Bengkulu, Muhardi, kemarin (26/1)

Lebih lanjut, mata uang koin ini memiliki lobang yang berbentuk segi empat ditengahnya dan di satu sisi koin tersebut bertulisan huruf Negara Cina beserta lambang Dinasti pada saat itu, sementara satu sisi lain tidak memiliki ukiran apapun atau polos, pihaknya juga belum mengetahui nilai uang dari 1 koin tersebut karena tidak tertera angka. Namun koin tersebut memiliki berbagai ukuran mulai dari koin kecil hingga besar yang diperkirakan sebagai tanda besaran nominal koin tersebut.

Selain itu, pihaknya menduga kuat bahwa koin tersebut digunakan pada abad ke-10 karena pada saat itu di Sumatera baru terbuka pantai Timur sedangkan pantai barat Sumatera baru terbuka pada abad ke-16. \"Bisa saja pada abad itu koin tersebut masih berlaku, karena dibagian wilayah Indonesia lain pun, uang yang tidak berlaku lagi di Cina, itu bisa berlaku di Indonesia karena dipakai sebagai alat tukarnya. Apalagi di Cina pada saat pergantian Dinasti maka uangnya juga berubah,\" terang Muhardi.

Selain uang Koin, juga terdapat peninggalan keramik yang menandakan pernah terjadi kontak dagang antara orang Indonesia dengan orang Cina. Adapun bentuk keramik tersebut beragam, mulai dari bentuk piring, guci hias, vas bunga, tempat lilin, tempat buah dan gelas. Berdasarkan hasil temuan ada sekitar 800 buah keramik, hanya saja terkhusus peninggalan Cina belum diketahui angka pastinya, karena dari ratusan keramik tersebut sudah tergabung dengan peninggalan negara lain seperti Thailand, Vietnam, Jepang, Eropa dan Lokal. Dan untuk membedakan jenis keramik tersebut masih membutuhkan waktu dan proses yang panjang. \"Itu belum kami pisahkan, karena untuk mempelajari keramik itu butuh kehati-hatian juga mulai dari tekstur, ukiran, bahan, kemudian bentuk, dan lain sebagainya. Apakah pemakaiannya oleh orang Indonesia pada saat itu sama dengan orang Cina kita belum tahu,\" ungkapnya.

Saat ini peninggalan uang koin dan keramik yang sudah didata tersebut sudah dipajang sesuai dengan kepemilikan negara-negara yang pernah bermukim di Bengkulu. Sementara itu, Budayawan Bengkulu, Agus Setiyanto menerangkan bahwa kampung Cina yang ada di dekat Benteng Marlborough saat ini menjadi salah satu bukti bisu bahwa ada eksistensi peradaban Tionghoa sekaligus menandakan hubungan orang cina dengan orang lokal Bengkulu saat itu sudah berhubungan baik. Dalam catatan sejarah orang Cina yang turun dari gunung sengaja datang ke Bengkulu untuk mengadu nasib/merantau dengan cara berdagang, bahwa pada awal mula peradaban orang-orang Cina terkenal sangat miskin, namun semakin banyaknya orang Cina yang datang kemudian membentuk suatu komunitas hingga pada akhirnya mapan barulah dibentuk perkampungan Cina atau pecinan. Bahkan sempat ada 2 orang Cina yang mendapatkan kedudukan sebagai Kapten dibawah kepengurusan Dewan Pangeran Inggris. Hal ini membuktikan bahwa dahulu orang Cina sudah eksis di Bengkulu.

\"Memang dalam sejarah orang Cina awalnya gelandangan dan miskin tapi dengan keuletan dan kerjakerasnya akhirnya punya tempat dan berhasil dalam perdagangan. Bahkan dulu kampung cina itu dijadikan tempat agen-agen Inggris menyetok barang-barang,\" ungkap Agus.

Disamping itu, ia juga menuturkan bahwa tradisi budaya Imlek di Kota Bengkulu tidak menutupi keterbatasan antar etnis tionghoa dengan etnis lain. Karena, imlek merupakan perayaan tahun baru Cina ini sama halnya dengan Hari raya Idul Fitri bagi umat Muslim. Dimana, kebahagiaan dan perayaan dengan cara bersuka ria dilakukan secara bersamaan termasuk dengan cara bermaaf-maafan dan saling berkunjungan baik sesama dengan etnis Tionghoa maupun dengan warga etnis lain.

\"Jadi ada orang-orang yang bukan Cina pun juga ikut meramaikan, dan sebagai tanda kebahagiaan itu orang Cina juga menyiapkan Angpao. Jadi masyarakat sekitar non etnis Cina itu seringkali terbawa suasana kegembiraan itu dan hal itu tentu tidak menjadi persoalan karena pengaruh yang dibawa adalah kegembiraan menyambut tahun baru itu,\" pungkas Agus. (805)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: