Dukungan Fiktif Berujung Pidana

Dukungan Fiktif Berujung Pidana

Ardi: Mengandung Unsur Pemalsuan

BENTENG, BE - Isu banyaknya dukungan fiktif yang terdapat dalam penyerahan syarat dukungan pasangan bakal calon (balon) Bupati dan Wakil bupati Kabupaten Benteng ditanggapi serius pengamat politik sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Dr Ardilafiza SH MHum.

Menurutnya, menyerahkan dukungan fiktif merupakan salah satu tindak pidana yang seharusnya direspon cepat oleh penyelenggara ataupun masyarakat yang menjadi korban.

Dengan menyerahkan dukungan fiktif, hal tersebut menggambarkan bahwa balon tersebut dinilai tidak mampu menghargai masyarakat selaku pengguna hak pilih saat perhelatan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) berlangsung.

Dijelaskan Ardilafiza, dalam undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang, pada pasal 185 A ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam UU ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 36.juta dan paling banyak Rp 72 juta.

\"Penyerahan dukungan fiktif merupakan tindak pidana karena mengandung unsur pemalsuan,\" tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, dalam ayat 2 juga disebutkan bahwa dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan (KPU,red) dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.

\"Siapapun yang memalsukan bisa dipidana, termasuk KPU ataupun balon,\" tandasnya.

Menurutnya, dugaan fiktif ini biasanya akan terkuak saat proses verifikasi vaktual yang dilakukan oleh Pantia Pemungutan Suara (PPS) ditingkat desa selaku perpanjang tanganan KPU.

Mewujudkan pemilihan yang bersih dan menghasilkan pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab, dirinya meminta agar seluruh elemen masyarakat hingga penyelenggara lebih pro aktif dalam mengawasi tahapan pilkada. Jangan sampai pelanggaran atau tindak pidana terus dilakukan tanpa adanya tindakan tegas.

\"KPU memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi vaktual, ini dilakukan untuk mewujudkan pilkada yang bersih. Siapapun yang memalsukan dukungan itu harus ditelusuri,\" tandasnya.

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Benteng Asmara Wijaya ST mengaku bahwa KPU memiliki keterbatasan wewenang untuk menindaklanjuti dukungan yang diduga fiktif. Sesuai tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), KPU bertugas menerima dukungan perseorangan.

Selanjutnya, untuk menghindari dukungan fiktif, KPU akan menerjunkan PPS yang telah dibentuk di setiap desa dan mendatangi langsung (door too door) warga yang tercatat sebagai pendukung pasangan balon independen.

\"Menghindari dukungan fiktif, kita akan melakukan verifikasi vaktual dan mengunjungi pemilih tersebut. Ketika mereka tak mendukung, maka cukup disitu. Mereka akan langsung kami coret sebagai daftar pendukung. Kami tak bisa meng-otak-atik hal itu lebih jauh, sebab itu bukan ranah kami. Ketika memang ada masyarakat yang dirugikan, maka dialah yang seharusnya melapor ke polisi secara personal,\" terang Asmara.

Lebih lanjut dijelaskan Asmara, selaku penyelenggara, pihaknya akan terus menjalankan seluruh tahapan pilkada sesuai dengan aturan. Sekalipun nantinya terdapat laporan atau indikasi pidana dari salah satu balon, Asmara memastikan bahwa pilkada tetap berjalan sesuai dengan tahapan.

\"Jika dalam tahapan nantinya ada balon yang tersangkut masalah pidana, itu tidak menggugurkan. Permasalahan hukum itu akan ditangani oleh polisi dan terpisah dengan tahapan KPU. tahapan tetap akan berjalan,\" pungkas Asmara.(135)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: