PT Injatama Diminta Kooperatif

PT Injatama Diminta Kooperatif

\"IMG_2139\" ARGA MAKMUR, BE - Sidang gugatan pemilik awal PT Injatama, Hudiono Liyanto kepada PT Injatama dan lima induk perusahaan PT Skord Mining, PT FU Woo Mining Indonesia, PT Bencoolen Mining, PT Harvest Mining dan PT Sato Mining berlanjut di Pengadilan Negeri Arga Makmur, Selasa (26/1) siang. Pantauan BE, sidang dengan agenda memeriksa administaratif ini berjalan singkat, lantaran pihak PT Injatama tidak membawa akta pendirian perusahaan. Dari PT Injatama sendiri yang terlihat hadir hanya kuasa hukum dan salah satu staf di PT Injatama. Dari penggugat terlihat hadir Hudiono Liyanto dan kuasa hukumnya. dengan demikian sesuai keputusan hakim ketua persidangan akan dilanjutkan tanggal 16 Februari mendatang. Kuasa hukum Hudiono Liyanto selaku pemilik awal PT Injatama, Fajri Safii SH saat ditemui setelah selesai melakukan sidang menilai PT Injatama kurang kooperatif dan kurang menghargai sidang. \"Apa salahnya kooperatif, karena ini lembaga hukum. Silakan membantah jika ada keberatan,\" katanya. Berkaitan dengan tidak disertakannya akta pendirian perusahaan, dinilai Fajri sebagai salah satu kurang kooperatifnya PT Injatama menghadapi sidang. \"PT Injatama tadi datang melalui kuasa hukumnya, setelah persidangan dibuka ternyata kuasa hukum tidak membawa akta pendirian perusahaan. Meski surat kuasa yang dibawa kuasa hukum ditanda tangani langsung oleh Jose Sumardi selaku direktur, tetapi secara hukum belum bisa diakui apakah Jose Sumardi itu direktur utama atau bukan. Badan perusahaan harus ada akte pendirian perusahaan,\" tegas Fajri. Perusahaan batu bara terbesar di Kabupaten Bengkulu Utara (BU), yang ada di Kecamatan Ketahun ini, digugat ke Pengadilan Negeri Arga Makmur oleh pemilik awal PT Injatama, Hudiono Liyanto karena tidak pernah membayar royalti sejak pertama berdiri tahun 2010 lalu. Jika dirupiahkan kerugian yang diderita pemilik awal cukup fantastis nilainya, mencapai Rp 3,2 trilyun, dihitung dari tahun 2010. \"Jika dirupiahkan kerugian yang diderita klien kami sekitar Rp 3,2 trilyun. Dihitung sejak PT Injatama tidak membayar royalti selama 5 tahun, sejak tahun 2010,\" imbuh Fajri. Selain digugat lantaran tidak membayar royalti, ada dugaan PT Injatama melakukan pelanggaran lain diantaranya, mempekerjakan tanaga kerja asing secara ilegal. Diduga melanggar peraturan pembayaran ekspor batu bara. Tidak melakukan pembayaran menggunakan Lette of Commitmen (LC) yang diwajibkan Menteri Perdagangan, dengan tidak membayar menggunakan LC secara otomatis pemasukan negara berkurang dari transaksi pembayaran ekspor batu bara.(167)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: