Gub Tak Hadiri Interpelasi Dewan

Gub Tak Hadiri  Interpelasi Dewan

BENGKULU, BE - DPRD Provinsi Bengkulu kemarin (24/8) menggelar sidang paripurna lanjutan penggunaan hak interpelasi dewan atas Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah terkait transhipment di perairan Pulau Tikus. Hanya saja paripurna perdana interpelasi ini tidak dihadiri gubernur, melainkan hanya diwakilkan kepada Pelaksana tugas (Plt) Sekda Provinsi Bengkulu, Drs H Sumardi MM.

Ketidakhadiran Gubernur Junaidi ini mendapat kritikan dari Anggota Fraksi Keadilan dan Pembangunan, Herizal Apriansyah SSos. Ia pun mempertanyakan alasan gubernur tidak hadir, karena interpelasi sendiri ditujukan kepada gubernur yang mengeluarkan kebijakan transhipment batu bara di perairan Pulau Tikus, bukan Plt Sekda.

\"Harusnya saudara gubernur yang hadir dan langsung menyampaikan jawabannya atas transhipment itu, kemana gubernur kok diwakilkan kepada Plt Sekda?,\" tanya Herizal.

Mendapati hal tersebut, Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Ihsan Fajri SSos selaku pimpinan sidang memberikan jawaban bahwa dalam tata tertib dibolehkan gubernur tidak hadir jika ada halangan. Namun secara etika, seyogyanya gubernur memang wajib hadir hak interpelasi adalah hak bertanya anggota DPRD kepada gubernur.

\"Karena saudara gubernur sedang menghadiri pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, maka beliau mengutuskan Plt Sekda sebagai wakilnya dan surat pemberitahuan ketidakhadirannya sudah ada,\" kata Ihsan.

Ia pun tidak terlalu mempermasalahkan ketidakhadiran gubernur tersebut, karena dalam tata tertib DPRD Provinsi Bengkulu dalam penggunaan hak interpelasi tidak mutlak harus dihadiri oleh gubernur, melainkan bisa diwakili dengan catatan gubernur benar-benar berhalangan hadir.

Selanjutnya, Plt Sekda pun membacakan jawaban gubernur secara tertulis atas transhipment kapal angkutan barang di Pulau Tikus yang merupakan kebijakan gubernur dengan mempedomani Perda Provinsi Bengkulu nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pada pasal 99 ayat 3 disebutkan bahwa setiap pemegang izin usaha pertambangan dilarang melakukan pengapalan hasil tambang atau transhipment di wilayah perairan Pulau Tikus, kecuali dalam keadaan darurat dan/atau dengan rekomendasi gubernur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

\"Dari bunyi pasal tersebut bisa kita maknai bahwa transhipment dimungkinkan untuk dilaksanakan sepanjang memenuhi alasan dalam keadaan darurat dan dengan rekomendasi gubernur, sedangkan dalam Perda ini tidak dijelaskan pengertian keadaan darurat tersebut lebih lanjut,\" ujarnya.

Disampaikannya, hingga saat ini persoalan pendangkalan Pelabuhan Pulau Baai belum dapat diselesaikan oleh PT Pelindo selaku operator pelabuhan. Akibatnya kapal-kapal berukuran besar tidak dapat berlabuh dan mengisi muatan, termasuk kapal-kapal besar yang memuat batubara untuk ekspor. Sehingga terjadi penumpukan batubara dan akan berdampak terhadap menurunnya kegiatan ekspor batu bara dan berdampak menurunnya perekonomian di Provinsi Bengkulu.

\"Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu beranggapan bahwa kondisi ini bisa dikategorikan sebagai keadaan darurat yang memerlukan penangangan yang tepat dan segara. Untuk itu, berdasarkan permohonan yang disampaikan oleh PT Kaltim Global pada 8 April 2015, Plt Sekda atas nama gubernur telah menandatangani rekomendasi yang berlaku selama 3 bulan untuk PT Kaltim Global, sehingga aktivitas loading batu bara dapat berjalan lancar dan menghindari kerugian lebih lanjut,\" paparnya.

Dalam pelaksanaan transhipment itu, lanjutnya, aspek kelestarian lingkungan hidup tetap diuatamakan. Sebagai pertimbangan sebelum ditertibkannya rekomendasi, terdapat kajian kerusakan terumbu karang dan perairan di sekitar Pulau Tikus dari Balitbang dan Pengembangan Statistik Daerah Provinsi Bengkulu bekerjasama dengan LIPI pada 2012 yang isinya tidak ada keterkaitan aktivitas transhipment dengan kerusakan terumbu karang du kawasan tersebut.

\"Terkait dengan sumbangan yang diberikan perusahaan PT Kaltim Global, ini sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Perlu diketahui, salah satu syarat bagi perusahaan untuk mendapatkan izin usaha pertambangan adalah menandatangani surat pernyataan bersedia berperan/berpartisipasi aktif untuk memberikan sumbangan pihak ketiga kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu. Hal itu diatur dalam pasal 34 Perda Provinsi Bengkulu nomor 5 Tahun 2013 dan merupakan sumbangan tidak mengingkat yang disetorkan langsung ke kas daerah,\" jelasnya.

Usai sidang paripurna, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Helmi Paman SSos mengatakan bahwa selanjutnya jawaban gubernur tersebut akan dibahas oleh masing-masing fraksi. Jika dinilai jawabannya belum menyentuh persoalan yang ingin ditanyakan, maka pihaknya akan kembali bertanya kepada gubernur melalui sidang paripurna.

\"Jadwalnya belum tahu, nanti akan dirapatkan oleh Banmus terlebih dahulu. Yang jelas jawaban ini akan dibahas terlebih dahulu oleh fraksi masing-masing,\" tutupnya. (400)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: